Pajak Oh Pajak

Pajak
Pajak oh pajak (ilustrasi, foto: Aks)

Dalam konteks Indonesia, konsep ini menuntut pemerintah untuk tidak hanya fokus pada kenaikan tarif PPN, tetapi juga pada efektivitas redistribusi fiskal. Pendapatan tambahan yang diperoleh dari kenaikan PPN harus diarahkan pada program-program sosial yang benar-benar melindungi masyarakat miskin dan kelas menengah bawah.

Subsidi untuk kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, telur, terigu, gas rumah tangga dan bahan bakar tidak boleh dihapus begitu saja, tetapi perlu disalurkan secara tepat sasaran agar tidak menjadi beban tambahan bagi rakyat yang sudah rentan. Jika pemerintah berhasil mendesain program redistribusi yang efektif, maka dampak dari kenaikan PPN dapat diminimalkan, bahkan menjadi instrumen pembangunan yang produktif.

Selain itu, pemerintah harus meminimalkan kebocoran pajak melalui pengawasan yang lebih ketat dan sistem perpajakan yang transparan. Penelitian tentang struktur pajak di berbagai negara menunjukkan bahwa basis pajak yang luas dengan tarif pajak moderat akan memberikan hasil yang jauh lebih optimal dibandingkan sistem perpajakan dengan tarif tinggi namun dengan kepatuhan pajak yang rendah.

BACA JUGA:  Kembali Fokus ke Gaza

Dalam teori ekonomi, tingkat pajak optimal adalah titik di mana tarif pajak tidak terlalu rendah sehingga negara tidak kehilangan potensi penerimaan, tetapi juga tidak terlalu tinggi sehingga tidak mematikan aktivitas ekonomi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh berbagai lembaga seperti OECD dan Bank Dunia, negara-negara yang berhasil mencapai titik optimal ini cenderung memiliki tingkat penerimaan pajak yang stabil dan ekonomi yang lebih kompetitif.

Namun, tingkat optimal ini tidak dapat dipukul rata di semua negara. Faktor-faktor seperti daya beli masyarakat, kapasitas ekonomi, tingkat pendidikan, dan stabilitas sosial harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam menetapkan kebijakan fiskal. Ibn Khaldun telah menekankan bahwa pemerintah yang bijaksana harus memperhatikan “keseimbangan antara kebutuhan negara dan kemampuan rakyat”, yang dalam ekonomi modern dapat dipahami sebagai konsep keadilan distributif.

Dalam konteks kenaikan PPN di Indonesia, pemerintah perlu belajar dari teori Ibn Khaldun bahwa pajak bukan sekadar angka, tetapi kontrak sosial antara negara dan rakyatnya. Pajak yang tinggi tanpa jaminan kesejahteraan akan dianggap sebagai beban yang tidak adil. Sebaliknya, pajak yang dikelola dengan baik dan didistribusikan dengan adil akan menciptakan kepercayaan, produktivitas, dan stabilitas sosial.

BACA JUGA:  Strategi Mengatasi Defisit Anggaran

Pendapatan dari PPN harus diarahkan pada pembangunan infrastruktur yang produktif, subsidi energi yang tepat sasaran, subsidi kebutuhan pokok dan insentif untuk dunia usaha kecil dan menengah (UMKM) agar ekonomi dapat tumbuh secara inklusif. Transparansi dan akuntabilitas juga menjadi kunci penting agar kebijakan ini tidak hanya menjadi beban tambahan bagi rakyat, tetapi juga menjadi solusi nyata bagi perekonomian nasional.