Pajak Oh Pajak

Pajak
Pajak oh pajak (ilustrasi, foto: Aks)

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran manfaat pajak sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan, berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya, berkewajiban melakukan pembinaan atau penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan.

*Teori Pajak Ibn Khaldun*

Dalam sejarah ekonomi dunia, Ibn Khaldun adalah seorang pemikir yang jauh melampaui zamannya. Melalui karya monumentalnya Muqaddimah, ia memperkenalkan konsep hubungan antara tarif pajak dan penerimaan negara yang kemudian dikenal oleh dunia modern sebagai Kurva Laffer. Konsep ini memberikan pelajaran mendalam bahwa kebijakan fiskal tidak sekadar persoalan angka dan tarif, tetapi juga tentang keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan ekonomi.

Arthur Laffer sendiri mengakui teori yang ia populerkan pada 1974 bukanlah sesuatu yang baru. Ia dengan jujur merujuk pada pemikiran Ibn Khaldun, yang pada abad ke-14 telah menulis “pajak yang terlalu tinggi akan menekan produktivitas, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya justru mengurangi pendapatan negara”. Dalam kata-kata Ibn Khaldun: “Harus diketahui bahwa pada awal pemerintahan, pajak memberikan hasil yang besar dari penilaian kecil. Di akhir pemerintahan, pajak memberikan hasil yang kecil dari penilaian yang besar.” (Muqaddimah, 1377)

BACA JUGA:  Dua Pendekar Mabuk

Dalam teori Ibn Khaldun, pajak bukan sekadar alat pemungutan, tetapi juga pendorong produktivitas. Pajak yang tinggi menciptakan ketidakpastian dan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat. Sebaliknya, pajak yang moderat memberikan ruang bagi masyarakat untuk tumbuh, bekerja, dan berinvestasi dalam ekonomi.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami kenaikan tarif PPN yang direncanakan menjadi 12 persen pada tahun 2025 harus dilihat melalui lensa keseimbangan antara beban fiskal pemerintah dan kapasitas ekonomi masyarakat. Seperti yang dijelaskan dalam kajian ekonomi modern, pajak yang terlalu tinggi menciptakan apa yang disebut “efek distorsi”, di mana masyarakat dan pelaku usaha enggan untuk bekerja lebih keras, mengembangkan usaha, atau melaporkan pendapatan mereka secara jujur. Dengan kata lain, basis pajak menyusut karena motivasi ekonomi masyarakat melemah.

Ibn Khaldun memahami konsep ini jauh sebelum ekonom modern mencatatnya dalam model matematis. Ia menulis bahwa pajak yang tinggi memaksa individu untuk mencari celah untuk menghindari pajak atau bahkan menghentikan aktivitas produktif mereka sama sekali. Pada akhirnya, negara tidak hanya kehilangan potensi pajak, tetapi juga kehilangan kepercayaan rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil.