Diatur juga mengenai pembagian saham di dua holding tersebut, di mana Negara Indonesia memiliki 1% saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan urusan pemerintahan di bidang BUMN (Pasal 3AB Ayat 5 dan Pasal 3AM Ayat 2). Sementara itu, Badan Danantara memiliki 99% saham seri B pada Holding Investasi (Pasal 3AB Ayat 6) dan Holding Operasional (Pasal 3AM Ayat 3).
Penutup
Beberapa hal menjadi catatan. Pertama, disebutkan bahwa syarat untuk menjadi anggota Dewan Komisaris, Direksi Holding Investasi dan Badan Pelaksana adalah tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela.
Arti tercela menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna, aib, hinaan patut dicela dan tidak pantas.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam UU No 1 Tahun 2025, mengapa tiga posisi itu melarang orang tercela masuk. Namun bisa dibayangkan apa jadinya jika orang-orang tercela memimpin Danantara, yang mengelola US$ 900 miliar (sekitar Rp 14.715 triliun dengan kurs Rp 16.350).
Kedua, peluang profesional asing menjadi anggota Dewan Pengawas. Disinyalir eks Perdana Inggris Tony Blair dan investor kawakan Amerika Serikat Ray Dalio, yang akan masuk.
Wakil Ketua Dewan Pengawas Muliawan Hadad mengatakan Danantara saat ini ingin ada eksposur dari dunia internasional yang sangat kuat dan dua sosok tersebut dinilai dapat menjadi sorotan global untuk Danantara.
Ketiga, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menganut sistem Defisit Anggaran. Hal ini disebabkan karena untuk “mendongkrak” pertumbuhan dan pembangunan, namun sumber Pendapatan Negara tidak dapat membiayai Belanja Negara. Kekurangan ini ditutup atau dibiayai oleh utang luar negeri.
Dengan berdirinya Danantara diharapkan saving gap ini, karena ketergantungan pemerintah terhadap dana asing/utang luar negeri, dapat berkurang secara signifikan.
#Akuair-Ampenan, 02 Maret 2025