KENAPA DUNIA MEMILIH DIAM TERHADAP PENDERITAAN GAZA?

Alih-alih menjadi pelindung, sebagian dari mereka justru menormalisasi hubungan dengan Israel atas nama diplomasi dan investasi.

Suara-suara dari negeri-negeri muslim mulai surut. Ketika umat Islam sendiri tidak kompak, bagaimana mungkin berharap dunia luar bersuara lantang?

RAKYAT TIDAK SAMA DENGAN PENGUASA

Meski para pemimpin dunia memilih diam, rakyat dunia sebenarnya tidak semuanya setuju. Aksi solidaritas, kampanye digital, dan gerakan boikot terhadap produk yang mendukung penjajahan Israel terus tumbuh. Dari Jakarta, London, Istanbul, hingga Cape Town, suara rakyat masih ada—meski tak selalu diberi panggung.

Namun rakyat butuh alat. Butuh media yang jujur. Butuh pendidikan yang membebaskan. Butuh pemimpin yang berani. Selama sistem yang ada terus mengekang suara-suara itu, perubahan akan tetap lambat.

DIAM, BAGIAN DARI KEJAHATAN

Diam bukanlah netral. Dalam kasus Gaza, diam adalah bagian dari kejahatan itu sendiri. Dunia telah memilih diam karena takut kehilangan pengaruh, karena terikat kontrak ekonomi, karena tunduk pada propaganda, dan karena terlalu lelah untuk peduli.

Namun di tengah diam itu, Gaza tetap berdiri. Dengan segala luka dan keterbatasannya, Gaza adalah cermin nurani dunia. Dan selama dunia belum membela Gaza, selama itu pula dunia kehilangan hak untuk menyebut dirinya beradab.

BACA JUGA:  Postur APBN Akhir Februari 2025

Karena setiap butir debu di Gaza menyimpan pertanyaan yang sama:
Di mana suara kalian, wahai manusia ???

23 Juli 2025

br