oleh Aslam Katutu
NusantaraInsight, Makassar — Di dunia yang terus berputar di antara nalar dan nurani, masih ada batas tipis yang menjadi penentu apakah suatu bangsa, suatu rezim, dan bahkan suatu individu masih layak disebut manusia. Barangkali inilah yang menjadi latar dari pernyataan mengejutkan namun menggugah yang keluar dari mulut seorang pemimpin Eropa, Presiden Italia, dalam suatu kesempatan penuh emosi: “Israel tidak memiliki sifat manusia.”
Sergio Mattarella, yang menjabat sejak 3 Februari 2015 dan terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada 29 Januari 2022. Sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa krisis kemanusiaan dan politik di Gaza “tidak dapat diterima,” dan dia mendesak masyarakat internasional untuk segera bertindak dan teribat dalam mengatasi situasi yang memburuk.
Senada dengan ungkapan sang Presiden, Perdana Menteri Meloni juga sebelumnya pernah menyampaikan kepada Senat Italia bahwa pemerintahnya menentang “tindakan militer apa pun di lapangan oleh Israel di Rafah yang dapat menimbulkan konsekuensi yang lebih buruk bagi warga sipil yang memadati daerah itu.”
Pada bulan Maret juga, kritik keras dari Italia memaksa pemerintah Israel untuk membatalkan pencalonan Benny Kashriel, walikota kota pemukiman Tepi Barat Ma’ale Adumim, untuk jabatan duta besarnya di Roma, yang merupakan pukulan diplomatik bagi Netanyahu.
Pernyataan “Israel tidak memiliki sifat manusia.” bukan datang dari semangat politik semata. Ia lahir dari rasa muak terhadap ketidakadilan yang berlarut-larut. Ia tumbuh dari empati yang menyesakkan saat dunia menyaksikan bayi-bayi Palestina dikafani, masjid-masjid diratakan, dan suara tangis disambut oleh desingan bom. Saat rakyat dunia menunduk karena sedih, Israel justru menengadah dengan senyum penuh kepongahan.
Israel, dalam praktiknya, telah lama melampaui batas-batas normal peradaban manusia. Negara itu seakan dibangun bukan dengan fondasi akal sehat, tapi dengan kekerasan, kelicikan, dan penindasan. Apa yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina selama lebih dari tujuh dekade bukanlah konflik biasa, tapi genosida sistematis yang terstruktur dan disponsori.
Ketika Presiden Italia mengatakan “Israel tidak memiliki sifat manusia”, ia tidak sedang menyamakan mereka dengan binatang, bahkan lebih dari itu karena binatang pun tidak membunuh demi kekuasaan. Ia sedang menunjuk pada sesuatu yang lebih dalam: hilangnya rasa belas kasih, hilangnya empati, dan hancurnya moral kemanusiaan. Israel telah menjelma menjadi negara yang kebal terhadap jeritan penderitaan, tuli terhadap rintihan korban, dan buta terhadap air mata anak-anak Gaza.