– Ranking Indonesia dari 187 Negara Yang Diukur
Oleh Denny JA
“Kemajuan suatu bangsa tidak diukur dari banyaknya menara beton, tetapi dari indeks Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance Index).”
-000-
Pada suatu pagi yang lengang di Jember, Jawa Timur, seorang remaja bernama Muhammad Alif Fathurrohman sudah bersiap sebelum matahari terbit.
Ia tidak menaiki sepeda motor, tidak pula diantar mobil. Ia berlari, sejauh lima kilometer dari rumahnya di Lingkungan Cupu, Kelurahan Baratan, demi mengejar mobil sekolah yang hanya berhenti di titik tertentu. (1)
Alif adalah anak yatim piatu. Ia tinggal bersama neneknya yang renta. Di tengah segala keterbatasan, Alif menolak menyerah. Ia bercita-cita menjadi anggota TNI, bukan demi popularitas, tapi demi memperbaiki nasib dan memberi arti bagi bangsanya.
Setiap langkah larinya adalah simbol dari perjuangan tanpa henti, dari harapan yang lebih besar dari rasa lelahnya.
Kisah Alif bukan sekadar inspirasi personal. Ia adalah cermin dari kondisi tata kelola pemerintahan yang masih jauh dari sempurna. Ia adalah bukti bahwa anak bangsa harus melampaui rintangan sistemik hanya untuk mendapatkan hak dasarnya: pendidikan.
Maka, pertanyaan besarnya adalah: bagaimana negara bisa hadir lebih dekat bagi orang-orang seperti Alif?
Di sinilah pentingnya menilai dan membenahi tata kelola pemerintahan secara sistemik. LSI Denny JA mengembangkan Good Governance Index (GGI) sebagai alat ukur komprehensif untuk menilai kinerja pemerintahan.
GGI tidak hanya menilai dari satu sisi, melainkan dari enam dimensi utama: Efektivitas Pemerintahan (25%), Pemberantasan Korupsi (20%), Demokrasi (15%), Pembangunan Manusia (15%), Digitalisasi Pemerintahan (15%), dan Keberlanjutan Lingkungan (10%).
GGI bukan sekadar rangkaian angka. Ia adalah cermin: sejauh mana negara bekerja bagi rakyatnya.
-000-
Efektivitas Pemerintahan menjadi dimensi pertama dan terpenting. Negara dengan birokrasi lamban dan pelayanan publik buruk akan gagal menjangkau Alif dan jutaan siswa lain yang membutuhkan dukungan nyata.
Singapura dan Swiss telah membuktikan bahwa pemerintahan yang efektif mempercepat keadilan.
Pemberantasan Korupsi adalah urat nadi kepercayaan publik. Di negara dengan integritas tinggi seperti Denmark, dana publik tidak bocor di tengah jalan. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap anak-anak seperti Alif.
Demokrasi bukan hanya soal pemilu. Ia tentang akuntabilitas, kebebasan sipil, dan partisipasi warga. Negara seperti Norwegia dan Selandia Baru memastikan bahwa suara rakyat ikut menentukan arah kebijakan.