Oleh: Rusdin Tompo (Inisiator KoPi Makassar & Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)
NusantaraInsight, Makassar — Persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) tak hanya berkaitan dengan isu-isu hak sipil dan politik (sipol), tetapi juga isu ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob). Karena itu, hak-hak pekerja seni budaya perlu dilindungi dan diberi ruang untuk berekspresi dan berkreasi.
Topik HAM ini jadi pembicaraan saya dengan perupa AH Rimba, ketika suatu sore saya bertandang ke Rumah Seni Kasumba– studio sekaligus kediamannya–di Lingkungan Tinggimae, Kelurahan Tombolo, Kecamatan Sombaopu. Kompleks perumahan di mana Rimba tinggal, masih satu area dengan Rumah Jabatan (rujab) Bupati Gowa.
Sore itu, kami ngobrol tentang aktivitas kesenian di antara lukisan-lukisan Rimba yang dipajang pada seisi dinding beranda Rumah Seni Kasumba-nya. Tentu saja, kopi hitam jadi mood booster obrolan kami.
Saya kemudian melontarkan ide, bagaimana bila diadakan acara “Ngopi Itu Hak Asasi”, dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia? Rimba kontan setuju. Dia bilang, nanti dibuatkan desain tulisannya, supaya font-nya berbeda. Tidak ada samanya.
Selanjutnya, Rimba mengajak saya agar membicarakan ide itu dengan Irfan Djauri, owner Etika Studio– tempat yang nanti jadi lokasi acara. Etika Studio ini berada di Jalan Tamalate I, kerap jadi venue pertunjukan seni budaya, juga diskusi dan aktivitas kreatif lainnya. Tempat ini terkenal di kalangan komunitas dan mahasiswa, walau posisinya agak tersembunyi.
Ketika dikomunikasikan ke Irfan, dia sempat menawarkan bila acara itu berkonsep bazar, sebagaimana biasa dilakukan. Namun saya dan Rimba lebih memilih menjadikan acara “Ngopi Itu Hak Asasi” sebagai ruang ekspresi sekaligus selebrasi.
Kami hendak kampanyekan HAM melalui pertunjukan seni. Kami memilih melakukan literasi HAM dengan cara ringan, riang, dan kreatif, tetapi tetap edukatif dan reflektif.
Setelah didapat kata sepakat, kami kemudian berbagi peran. Rimba mengajak sejumlah perupa. Dia pula yang membuat tulisan “Ngopi Itu Hak Asasi”, seperti yang disampaikan sebelumnya. Irfan membuat desain flyernya dan mencetak kaos. Saya mengajak beberapa orang dan membuat rilisnya.
Rupanya, Rimba menyertakan nama saya pada desain kaos “Ngopi Itu Hak Asasi”. Alasannya, karena ide awalnya dari saya. Itu sebagai bentuk penghargaan kepada saya.
Postingan di medsos untuk mempromosikan kegiatan ini ternyata menarik minat sejumlah pihak. Adi dari grup musik Kawan Pencerita menyatakan tertarik berpartisipasi. Teman-teman dari Yayasan BaKTI dan Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel, yang mendapat dukungan dari MAMPU (Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) juga ikut berkolaborasi.












