Biasanya, karena proses kreatif untuk pembuatan resep kedua terkadang menyita waktu, sehingga terkadang abai mengawasi kue dalam panggangan membuat kue jadi hangus.
“Matemija, hangus mi kue,” kata ibuku kaget.
“Ini ka iya (saya maksudnya) na lihat-lihat ti ji kue, hangus mi,” sergah ibu ku lagi.
Saya mengambil posisi aman, dengan mengeluarkan senyum tanpa dosa.
“Bagian ku mi ini,” kataku membatin.
Ketika kue dikeluarkan dari oven, terlihat ada beberapa kue yang kehitaman.
“Ini saatnya pampidokan bersuara,’ pikirku
“Minta ma hangus-hangus na ?” Kataku berharap sembari tangan ku mengambil beberapa kue yang sudah terlihat agak gelap yang baru keluar dari oven.
“Pelan-pelan Ki nak, masih panas baru diangkat dari oven, bagian mu ji itu,” kata ibuku yang meng-aminkan niat awalku untuk tonkrongi dapur.
Terkadang dalam pembuatan kue kering lebaran, penonton mengalami kekecewaan. Karena saat seru-serunya penantian “hangus-hangus na”, wasit (ibu) memerintahkan agar permainan dihentikan sejenak, bukan hanya sekedar jeda pertandingan akan tetapi lebih penting dari itu karena pemain utama “kompor minyak tanah” harus “cooling-break” dulu untuk menurunkan tensinya agar tidak mudah “marah” dan meledak-ledak.
Kadang jeda yang terlalu lama, membuat penonton (saya) tidak sabar sehingga lebih memilih kabur dari tempat pertandingan dan berkumpul dengan teman-teman untuk acara sahur-sahur atau membangunkan sahur. Karena pengalaman berkata, jika sudah turun jeda permainan, biasanya dilanjutkan keesokan malamnya.
######
Kesibukan menjelang lebaran ala tahun 80 dan 90 sudah mulai hilang, bahkan sudah hilang dalam tradisi keluarga kecil kami. Hal ini karena saat ini telah menjamur toko-toko kue yang menawarkan kue-kue khas lebaran yang dapat didapat hanya dengan memainkan gadget dan kue sudah tiba di depan pintu rumah kita.
Kehidupan serba instan yang memang sangat cepat dan terkesan tidak merepotkan ternyata menghilangkan beberapa tradisi gotong royong antar tetangga, silaturahmi, kekeluargaan dan terutama bagi saya adalah tradisi “minta ma hangus-hangus na ?” yang mungkin tidak didapatkan oleh anak zaman sekarang.
Kenangan ini saya tulis, karena suatu waktu saya lewat di salah satu lorong di bilangan Andi Djemma (landak baru) dan saya mencium aroma kue yang sementara dipanggang dalam oven.
Pikiran saya kemudian menjelajah ke beberapa puluh tahun silam, bagaimana menjelang lebaran aroma ini sangat familiar di mana-mana dan saat ini aroma ini sudah sangat jarang saya temui di rumah-rumah bahkan di rumah saya sendiri.