Oleh Denny JA
“Bukan apa yang kau ambil, tapi apa yang akan kau sumbangkan untuk negeri.”
NusantaraInsight, Jakarta — Itulah renungan saya menyelami kontroversi soal komisaris BUMN seminggu ini.
Saya menyambut dan menyetujui sepenuhnya pesan Presiden: bahwa komisaris harus membenahi BUMN dan tidak memburu tantiem.
Saya juga mengamini kritik masyarakat yang menyuarakan keresahan. Jabatan komisaris BUMN jangan sampai menjadi tempat perburuan insentif, melainkan medan pengabdian dan pembenahan.
Apa itu tantiem? Dalam dunia korporasi, tantiem itu bonus tahunan yang diberikan kepada dewan komisaris dan direksi, biasanya dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan.
Ia bisa menjadi pemacu etos kerja. Namun ia juga dapat menjelma jebakan kepentingan pribadi, bila tidak dibingkai oleh nilai dan kepantasan publik.
Esai ini sekaligus klarifikasi atas pandangan saya sebelumnya, yang sempat disalahpahami.
-000-
Jauh hari sebelum saya menjabat Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi, saya telah mendirikan Denny JA Foundation.
Ini sebuah yayasan yang mewakafkan dana abadi bagi dunia penulis, seniman, dan kegiatan spiritual lintas iman. Banyak media telah menulis tentangnya.
Namun sedikit yang tahu: di balik itu, tersembunyi filosofi hidup yang saya pegang erat: The Power of Giving.
Saya kerap berpesan kepada anak-anak dan keluarga: “Hidup bukan tentang apa yang kita kumpulkan, tetapi tentang apa yang kita kembalikan.”
Berkah yang Tuhan titipkan untuk saya, yang berangkat dari aktivis mahasiswa, yang acap mengalami kesulitan ekonomi, hingga diberkahi 22 usaha dari properti, hotel budget, restoran, sport center, Aplikasi AI, konsultan politik, hingga tambang, itu saya anggap sebuah keajaiban.
Sebagian telah saya sisihkan untuk menjadi amal jariah, yang terus mengalir bahkan ketika saya telah tiada.
Filosofi Power of Giving tak lahir dari teori, tapi dari pengalaman spiritual. Ia tumbuh dari tafakur di malam-malam sunyi, ketika kita menyadari: semua yang kita miliki, pada akhirnya harus kita lepaskan.
-000-
Sejak diangkat sebagai Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi, Juli 2025 lalu, saya memilih untuk bekerja bukan hanya melalui rapat, tetapi juga lewat pemikiran, tulisan, dan semangat perubahan.
Telah saya tulis lebih dari 20 esai soal energi—dari strategi peningkatan lifting minyak, ketahanan energi nasional, hingga geopolitik OPEC. Kini ia tengah disusun menjadi buku berjudul: Make Pertamina Great Again: Minyak, Politik dan Bisnis di Era AI.
Saya juga telah menyampaikan beberapa pidato pengarahan, bukan demi formalitas, tetapi untuk menanamkan mindset baru: bahwa Indonesia hanya bisa bangkit jika ia juga mandiri di dunia energi.