L.E.Manuhua : Lolos Berkat Kamera Tanpa Film

Manuhua
Presiden Soeharto menyerahkan tanda penghargaan Bintang Mahaputra Utama kepada L.E.Manuhua di Istana Negara 15 Agustus 1994. (Foto: Dok.Buku).

NusantaraInsight, Makassar — Lahir dengan nama lengkap Lazarus Eduard Manuhua, di Ambon 4 Juni 1925, mendiang wartawan utama ini akrab disapa Tete. Dalam jajaran wartawan Indonesia, dia dapat disebut sebagai tokoh pers nasional.

Hanya saja, tempat bermainnya yang berbeda. Jika BM Diah, Rosihan Anwar dan lain-lain berkutat di Jakarta, Manuhua justru tetap berkiprah nasional dengan mengendalikan media yang dipimpinnya dari Tanah Makassar Sulawesi Selatan.

Manuhua mengakui, menjadi wartawan secara kebetulan saja. Menjadi wartawan tidak pernah tebersit sedikit pun dalam cita-citanya. Awalnya dia bekerja di kantor pemerintah setempat di Ambon, ketika Jepang masuk Indonesia tahun 1943. Tak jelas apa alasannya, dia kemudian dipindahkan ke sebuah kantor Jepang lainnya yang berkedok urusan kesejahteraan rakyat. Hanya enam bulan dia bekerja di kantor itu.

Ketika bekerja inilah dia rajin membuat tulisan di media massa. Tulisannya mengenai pemuda dan cenderung memicu semangat nasionalime. Maka, menjelang tutup tahun 1943, dia tercatat sebagai salah seorang wartawan Mingguan Sinar Matahari dalam usia 18 tahun.

BACA JUGA:  Keren Kegiatan Ini; Catatan Saya Memenuhi Sejumlah Lembar Kertas

Kisah awalnya menjadi jurnalis bermula dari sebuah kegelisahan. Kegusaran seorang pemuda terhadap penderitaan rakyat akibat penjajahan.

Seorang seorang pemuda Ambon, melawan dengan mengangkat senjata, tidak dapat dilakukan Tete. Dia melawan dengan kemampuan yang dimilikinya. Pena. Kegelisahan itu pun dituangkannya melalui sebuah tulisan yang dimuat di mingguan Sinar Matahari, media tempat dia awal berkiprah di media.

Ketika Jepang bertekuk lutut atas Sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom Agustus 1945, Manuhua mendirikan suratkabar Pendidikan Rakyat.

Suratkabar baru ini dikelola manajemen Sinar Matahari juga. Media ini kemudian berganti nama menjadi Masa pada tahun 1946, mengusung suara Partai Indonesia Merdeka (PIM).

‘’Gerak-gerik’’ media ini ternyata menjadi tatapan perhatian tajam Belanda. Buntutnya, Manuhua harus berurusan dengan oditur militer Belanda.

Pasalnya, tulisan Manuhua di media itu yang menyorot korupsi bahan makanan membuat Belanda gerah. Sebenarnya, pemimpin redaksi Masa yang akan diperiksa, tetapi dia melimpahkannya ke Manuhua selaku penulis. Ancamannya, kehilangan hak memilih dan dipilih. Itu, identik tidak mengenyam demokrasi.

BACA JUGA:  Akses Pupuk Sulit, Rakyat Menjerit

Pada hari ketiga pemeriksaan, nada sang oditur militer kian merendah. Ia bahkan lebih banyak menasihati Manuhua. Bahkan, sang oditur minta dia ke rumahnya untuk berbincang, tetapi Manuhua menolaknya.

Tulisan ’’Apa Kewajiban Pemuda Indonesia’’, yang merupakan artikel pertama Tete di Sinar Matahari itu. Tulisannya kemudian bernada mengobarkan semangat nasionalisme. Ini dianggap tak aman dan kurang nyaman bagi Belanda. Tindakan penjajah berbuntut pada ditahannya Tete dengan status tahanan kota.

br
br