Ketika ditemui, Iwan Tompo benar sedang sakit. Tepatnya, beliau dalam proses pemulihan. Menurut cerita Syukri Yanci, meski belum pulih sepenuhnya, Iwan Tompo begitu bersemangat menyambutnya.
Topik pembicaraan bukan berkisar tentang penyakit dan kondisi kesehatannya, tapi lebih didominasi seputar kegemaran Iwan Tompo. Apalagi, kalau bukan terkait dengan lagu-lagu Makassar.
Pada kesempatan itu, Iwan Tompo memberikan semacam pengetahuan praktis, bagaimana membedakan lagu-lagu Bugis dengan lagu-lagu Makassar.
Paling mudah, tentu saja dari segi bahasa keduanya yang berbeda. Selain itu, kata Iwan Tompo, sebagaimana ditirukan Syukri Yanci, lagu-lagu Bugis itu musiknya lebih ramai, iramanya lebih riang. Sedangkan, lagu-lagu Makassar lebih mendayu-dayu dengan tempo yang lebih lambat dibanding lagu-lagu Bugis.
***
Iwan Tompo merupakan icon lagu Pop Daerah Makassar, walau pada awalnya beliau pernah rekaman lagu Bugis juga. Ketika kita berbicara tentang lagu Bugis-Makassar, maka mustahil kita tak menyebut sosok Iwan Tompo, baik sebagai penyanyi maupun pencipta lagu.
Beliau telah menjadi simbol dan representasi dari lagu-lagu Pop Daerah Sulawesi Selatan. Berkat suara dan lagu-lagunya, Iwan Tompo disejajarkan dengan sejumlah musisi, seniman, dan budayawan di wilayah selatan Pulau Sulawesi ini.
Beliau dimasukkan sebagai vokalis lagu Bugis-Makassar terbaik sepanjang masa. Bahkan, para tokoh dan media massa tak ragu menyebutnya sebagai Sang Maestro.
Sayangnya, kisah hidupnya tak banyak diketahui. Meski lagu-lagunya seperti “Mangge Pallaka Ri Ana”, “Sailong”, “Jera’nu Mami”, “Amacciang”, “Ati Raja”, “Boli’ma’ Kammassalasa”, “Bangkenga Cini’”, “Bunting Berua”, sudah dapat dikategorikan sebagai lagu abadi sepanjang masa.
Namun, cerita di balik sosok penyanyi karismatik itu masih belum banyak diketahui orang. Padahal, suara dan lagu-lagunya terserak dan leluasa dinikmati di media online atau dalam format konvensional, kaset dan CD/DVD/VCD.
Profil singkat yang menggambarkan siapa Iwan Tompo, sedikit sekali bisa ditemui. Salah satunya dalam buku “Lima Puluh Seniman Sulawesi Selatan dan Karyanya”, yang ditulis oleh Yudhistira Sukatanya (2005).
Dalam buku yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan itu, disebutkan bahwa Iwan Tompo merupakan salah seorang penerima Celebes Award tahun 2002.
Selebihnya, informasi tentang dirinya hanya banyak mengulas seputar masa-masa perawatannya di RS Bhayangkara dan RS Dadi, serta kabar kematiannya, akibat mengidap penyakit gula kering (diabetes).