Pesan yang masuk itu terbaca sebagai SMS (short message service). Jadi pesannya harus singkat dan jelas. Kadang ada pula muncul informasi, mirip running text di televisi.
Selain pager dengan Starko, ada merek lain yang beroperasi di Makassar, yakni Starpage, milik PT Duta. Penggunaan pager meredup seiring munculnya telepon genggam, dan krisis ekonomi di tahun 1997-1998.
Kita beruntung, karena tidak semua kota di Indonesia terlayani dengan pager. Hanya ada belasan kota yang punya operator pager, di antaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Medan, Palembang, Denpasar, dan Manado.
Harus diakui, pager memang sangat membantu kerja saya sebagai reporter. Namun sifatnya hanya sebagai pemberi informasi. Sebagai reporter, saya tetap butuh sarana untuk bisa melakukan reportase, dan pilihan itu ada pada telepon umum.
Saya punya banyak pengalaman sebagai pengguna fasilitas publik ini, baik ketika masih berupa telepon koin maupun sudah menggunakan kartu. Kalau ada pesan masuk melalui pager maka saya akan menelepon ke studio. Itu kalau info yang saya peroleh melalui pager.
Kebanyakan cara kerja saya dimulai dengan membaca surat kabar yang terbit hari itu. Kemudian menyisir berita-berita yang bisa saya liput, mencatat nama narasumber yang dikutip media lalu mencari nama tersebut di buku kuning atau menelepon ke Call Center 147 Telkom.
Buku kuning adalah sebutan bahasa Indonesia untuk Yellow Pages, yakni sebuah buku direktori telepon bisnis yang disusun berdasarkan abjad.
Buku karya Reuben H Donnelley ini ternyata sudah digunakan sejak tahun 1886. Namun Bell System, era AT&T, yang memiperkenalkannya secara luas pada tahun 1970an.
Di buku tebal dengan sampul dan kertas berwarna kuning ini, ada nama orang, alamat dan nomor kontaknya. Juga nama instansi, organisasi, dan badan usaha, lengkap dengan alamat dan nomor teleponnya. Buku ini juga jadi sarana promosi yang digemari dan efektif di masa itu.
Jangan pikir, begitu sudah dapat nama dan nomor telepon, urusan jadi beres. Tidak semudah itu Sebastio hehehe.
Saya kasih contoh. Saat narasumber yang saya mau hubungi bernama Andi Sumange Alam, saya akan cari nomor kontaknya di buku Yellow Pages. Ternyata ada 6 (enam) orang punya nama yang sama, tentu dengan alamat dan nomor kontak yang berbeda-beda.
Untuk memastikan Andi Sumange Alam mana yang saya mau wawancarai, maka saya akan hubungi satu demi satu nomor telepon itu.
Terkadang, saya hanya dapat nama orang yang saya mau wawancarai, dan sama sekali tidak punya nomor teleponnya. Untuk kasus seperti ini, saya mesti menelepon Call Center 147 Telkom. Saya akan bertanya ke operator, untuk mendapatkan nomor kontaknya.







br






