Begitulah, melalui ritual salat jenazah seorang dosen Unhas, dua penulis bersua dan saya bisa sedikit merefleksikan perjalanan karier Andi Wanua Tangke sebagai seorang penulis dan penerbit buku yang masih langka.
“Kita sekarang umurnya sudah berapa?,” tiba saja AWT bertanya ketika kami sama-sama berdiri di pintu keluar masjid.
“Saya jalan 72 tahun secara biologis,” jawab saya.
“Itulah yang membuat kita tidak cepat pikun, karena otak terus bekerja,” sambungnya.
Saya tidak menyahut secara verbal, tetapi meng-iya-kan secara batin. Sama dengan AWT yang terus menulis dalam usianya yang akan menggapai usia 61 tahun pada 4 April nanti. Kami hampir tidak berhenti menulis setiap hari. AWT beberapa hari terakhir merilis kisah fiksinya “Tentara Gerilya”. Jika saya lihat tulisannya yang panjang tersebut bisa jadi, dia sudah mendekati bahwa kemampuan seorang penulis terkenal menggores kata per hari adalah 4.000 kata.
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penulis hingga yang terkenalkan sekalipun menggunakan kata-kata di bawah 4.000 kata, termasuk kata-kata yang khas bagi seorang penulis dalam pemakaian bahasanya sehari-hari. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976) memuat tidak kurang dari 23.000 kata dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus, 1993) memuat tidak kurang dari 71.000 kata pokok. Jika dalam pemakaian bahasa sehari-hari digunakan 3.000–4.000 kata, berarti sebagian besar kosakata dalam kamus tidak digunakan atau digunakan sesuai dengan situasi tertentu.
Hal itulah yang menyebabkan banyak kata yang terdapat dalam kamus, seperti: ‘semenjana’, (menengah, sedang), ‘senyampang’ (kebetulan, lagi), atau ‘terhablur’ (sudah menjadi hablur, benda keras yang bening), mungkin tidak dikenal oleh masyarakat umum. (M.Dahlan Abubakar).