Dua Penulis Bersua Saat Salat Jenazah

Setelah mengirim berita ke beberapa media daring, termasuk ke salah satu media daring di Bima, saya pun meluncur pulang. Kendaraan sudah padat di Jl. Budi Daya Raya. Tepat di depan Jl. Sastra 2, saya membuka kaca sebelah kanan pengemudi ternyata bertemu dengan seorang teman.

“E…Bawala…,” teriak rekan Ir. Muhammad Rusli, M.Rukka, MP, teman dosen Pembimbing KKN Mahasiswa Unhas di Pulau Miangas, Sulawesi Utara tahun 2013. Bawala adalah nama pendeta pemilik rumah, tempat kami menginap beberapa hari selama di Pulau Miangas yang berjarak 40 mil dari Filipina itu, sebelum kembali ke Makassar melalui Tahuna dan Manado.

Saya pun bergegas menyimpan kendaraan di depan rumah untuk selanjutnya ke Masjid Amirul Mukminin, tempat jenazah Dr.Ir. Mahyuddin, M.Si. akan disalatkan. Saat melintas di depan masjid, di sisi kiri jalan, tampak mobil Alphard Hitam DD 10 plat merah terparkir. Itu berarti, penunggangnya, Prof.Dr.Ir. Jamaluddin Jompa (JJ) hadir dalam acara salat jenazah tersebut.

Setelah menyambar topi dan sajadah mini yang biasa dibawa saat mengikuti salat lima waktu berjamaah di masjid, saya pun bergegas ke rumah ibadah yang menyontek nama Prof. Amiruddin tersebut. Saat saya masuk, jenazah sudah ada di bagian belakang saf jamaah laki-laki, di dekat tirai pembatas jamaah perempuan.

BACA JUGA:  Dr. Muhammad Yusran : Guru Teknologi dan Penggerak Inovasi

Usai salat tahiyatul masjid, saya berdiri, tiba-tiba seorang pria dengan tubuh jangkung berkacamata menyalami saya.

“Saya sama-sama ke Tanah Suci tahun kemarin,” kata pria tersebut, sementara otak saya terus berpikir siapa gerangan nama laki-laki yang baru saya temui itu. Otak lansia ini – yang lebih mudah mengingat yang puluhan tahun silam ketimbang yang belasan tahun terakhir – terus bekerja menjawab pertanyaan dalam diri sendiri. “Siapa gerangan teman ini???’’

Usai salat jenazah, saya segera ke depan pintu masuk masjid. Berharap dapat memegang keranda jenazah saat diangkut ke mobil ambulans Unhas yang sudah menunggu. Saya tetap berdiri di depan tangga masuk masjid setelah ambulans pergi. Soalnya Prof. JJ masih berbicara dengan Prof.Dr.Rusnadi Padjung di teras luar masjid. Tidak enak saya tak menyapa Prof. JJ saat meninggalkan masjid.
Pada waktu yang bersamaan, teman yang menyalami di dalam masjid juga bergabung dengan saya. Setelah saya mengenali suaranya dengan saksama, astaga… ternyata Andi Wanua Tangke (AWT), salah seorang penulis kreatif yang dimiliki Sulawesi Selatan.

BACA JUGA:  AB Iwan Azis, Aktor dengan Multi Peran

Pria kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan, 4 April 1964, menjelang akhir tahun 1980-an pernah mengambil mata kuliah yang saya ampu, Analisis Drama di Fakultas Sastra Unhas. Suami dari Andi Farisna ini termasuk sangat sedikit dari tidak banyak penulis yang mampu eksis dengan melahirkan dua penerbit buku, yakni Penerbit Refleksi dan Penerbit Arus Timur.

br