Dr. Muhammad Yusran : Guru Teknologi dan Penggerak Inovasi

Meski memiliki prestasi gemilang, rekan-rekan menggambarkan Yusran sebagai sosok rendah hati.

Ia sering menegaskan bahwa keberhasilan guru tidak diukur dari gelar, melainkan dari dampak terhadap siswa.

Hal ini terlihat ketika ia membentuk eskul IT School di SMAN 15 Bulukumba; forum tersebut ia rancang bukan hanya untuk mengajar teknologi, tetapi juga menumbuhkan karakter kolaboratif di kalangan siswa.

Bukti nyata dampak keberadaannya di Bulukumba terekam jelas. Penghargaan dan pujian yang baik layak tersemat disetiap langkah pengabdiannya :

“Bulukumba patutnya bangga dengan kehadiran sosok cendekiawan, inovatif dan aktivis seperti Dr. Muhammad Yusran M.Kom.”

Bagi sekitarnya, yang paling membekas dari sosoknya bukan hanya dari deretan gelar atau jabatannya, melainkan dari karakternya yang memanusiakan manusia.

Ia tidak pernah menonjolkan diri. Dalam berbagai forum, ia memilih duduk bersama, mendengarkan, dan mengajak semua peserta setara.

Yang istimewa, di balik semua itu, Dr. Yusran justru berusaha menyembunyikan identitas dirinya. Ia tak pernah merasa perlu menunjukkan jabatan atau deretan gelar yang disandang.

BACA JUGA:  Rektor Unhas Buka Seminar Internasional Bahasa, Budaya, dan Sastra.

Dalam berbagai forum, ia lebih sering hadir sebagai rekan diskusi, bukan tokoh utama. Kerendahan hati inilah yang justru menjadi kekuatannya, membuat setiap interaksi dengannya terasa setara dan membangun.

Dr. Yusran juga dikenal telah membina banyak kader muda yang kini tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, kompeten, dan sukses, baik di bidang pendidikan, IT, bisnis, maupun pengabdian sosial.

Ia tidak hanya mengajarkan teori, tetapi menyalakan semangat belajar dan mempercayai potensi anak-anak muda.

Beberapa di antaranya bahkan telah menjadi pelatih, pendidik, pembuat aplikasi, hingga pembicara tingkat provinsi.

Ini adalah warisan terbesarnya : membentuk generasi penerus yang berdaya.

“Menjadi pendidik hebat tidak harus tampil hebat. Yang penting adalah berdampak dan memberdayakan,” pungkasnya.

Metode Pelatihan Interaktif dan Etika AI

Dalam IHT KKA tersebut, metode pembelajaran yang digunakan mengikuti spirit learning by doing.

Peserta tidak hanya mendengarkan paparan, tetapi langsung praktik menulis kode dan membangun proyek mini berbasis AI.

“Saya tekankan, guru harus paham konsep coding dasar sebelum mengajarkan kecerdasan buatan,” ujar Yusran.

BACA JUGA:  Bahas SNBP 2025 di Komisi E DPRD, Kadisdik Sulsel akan Evaluasi Sekolah Lalai

Usai sesi teknis, ia memimpin diskusi kelompok mengenai etika pemakaian AI, misalnya tanggung jawab saat mengajar menggunakan aplikasi otomatis, dan pentingnya kepekaan sosial dalam merancang teknologi pendidikan.

Suasana pelatihan juga menyemangati kerja sama antarpeserta. Di setiap kelas praktik, setiap guru saling berbagi pengalaman.