Dr M Dahlan Abubakar, Sejatinya Seorang Wartawan Intelektual

Dahlan Abubakar
Penulis Rusdin Tompo

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPAENA Provinsi Sulawesi Selatan, dan Mantan Jurnalis Radio)

NusantaraInsight, Makassar — Dr M Dahlan Abubakar merupakan wartawan pertama yang mewawancarai saya. Peristiwa dan dialog yang terjadi 38 tahun lalu di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Hasanuddin (UNHAS), Tamalanrea, masih terekam baik dalam memori saya.

Ketika itu, saya masih mahasiswa baru Fakultas Hukum UNHAS, angkatan 87. Saya berada di PKM untuk mengikuti lomba menggambar ilustrasi antar fakultas, dalam rangka Dies Natalis UNHAS. Kampus merah ini didirikan pada 10 September 1956.

Dahlan Abubakar rupanya tengah mencari mahasiswa untuk diwawancai.

“Ada yang dari daerah?” Tanya beliau, saat itu.

“Saya, Pak.” Jawab saya, sembari menoleh pada arah suara.

“Sering dengar RRI?” tanya beliau lagi.

“Iya, rutin dengar warta berita olahraga,” kata saya.

“Dari daerah mana?” lanjut beliau.

“Ambon.” balas saya, singkat.

Beliau menukas, “Oo, saya cari yang dari daerah Sulawesi Selatan.”

Beliau membalikkan badannya, lalu pergi. Saya melihat beliau bertanya pada beberapa mahasiswa lain.

BACA JUGA:  Menjadi Kreatif dengan Menulis

Tak lama berselang, beliau kembali menghampiri saya. Mungkin beliau tak menemukan orang yang pas untuk diwawancarai.

Saya pun diwawancarai untuk program acara Gelanggang Universitaria, yakni siaran yang format dan segmennya untuk kalangan mahasiswa. Wawancaranya cukup panjang karena menyambut Hari Radio, 11 September, tahun itu.

Ini acara taping, jadi saya diberitahukan jadwal siarannya lengkap. Saya pun menunggu.

Sesuai hari, tanggal, dan waktu yang disebutkan, wawancara itu pun diudarakan RRI Nusantara IV Ujungpandang.

Sejak pertemuan itu, saya sangat ingat Pak Dahlan Abubakar. Bukan cuma berkacamata, dengan kemeja rapi yang selalu dimasukkan ke celana panjangnya. Namun juga tustel dan tas yang tersampir di bahunya. Dalam tas itulah, perkakasnya sebagai wartawan disimpan: tape recorder, pulpen, dan notebook.

Setelah saya menjadi reporter Radio Bharata FM, antara 1996-2000. Beberapa kali saya bertemu beliau. Apalagi kalau liputan PSM, terutama menjelang pertandingan. Antara lain di Mappanyukki, ketika jumpa pers, saat duo Ande Abdul Latif jadi Penanggung Jawab dan La Tinro La Tunrung jadi Manajer Tim PSM, atau di Stadion Matoanging, kala pasukan Ramang itu tengah berlatih jelang pertandingan.

BACA JUGA:  Pengantar Buku Riset Internasional LSI Denny JA: MENENTUKAN KEMAJUAN NEGARA MELALUI INDEKS TATA KELOLA PEMERINTAHAN

Dari pertemuan saat meliput itu, saya kemudian mengetahui bahwa beliau wartawan Pedoman Rakyat (PR). Bahkan, menurut saya, beliau sangat identik sebagai wartawan dari koran perjuangan yang penuh sejarah itu.