Catatan Kecil Alumni UNHAS: Berlangganan Pete-Pete Kampus

Rusdin Tompo
Rusdin Tompo

Jadi, kita butuh kesabaran untuk menunggu beberapa saat. Hanya saja, karena sudah akrab, semua dibuat nyaman dan hanya jadi bahan candaan.

Keakraban kami tercipta sedemikian rupa, hingga teman-teman berani memprotes lagu-lagu dangdut yang diputar Pak Haji. Kepada Pak Haji, teman-teman minta supaya membeli kaset lain, seperti album penyanyi Iwan Fals, dan Lobo, seorang penyanyi country dengan lagu-lagunya yang lagi hits dan easy listening.

Hubungan saya dan Pak Haji, bukan lagi sebatas mahasiswa dengan sopir pete-pete kampus UNHAS. Kalau saya lagi bersamanya, lalu kebetulan ban mobilnya kempes atau bocor, saya ikut membantu, memperbaiki ban mobil itu di pinggir jalan.

Beliau juga, seingat saya, sesekali singgah di rumah dan dibuatkan kopi oleh ibu saya. Kebetulan rumah kami di Kassi-Kassi berada di tepi jalan, dekat Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar, di Jl Letjend Hertasning.

Keberadaan pete-pete kini sudah tergerus zaman. Pete-pete kampus sudah tidak ‘seeksklusif’ dahulu. Saya pernah naik pete-pete kampus, penumpangnya sudah sangat beragam. Malah lebih banyak penumpang umum. Pete-pete yang pernah merajai jalan-jalan kota sebagai moda transportasi murah dan terjangkau, semakin kurang terlihat. Salah satu penyebabnya, yakni hadirnya transportasi berbasis online, yang membuat pete-pete kalah bersaing dan terasa out of date. (*)

BACA JUGA:  Prof. Ahmad Thib Raya Jabat Rektor Unswa Bima