Permintaan yang saya minta pada Bunda Sri Rahmi ketika nanti pulang dari Palestina, yaitu oleh-oleh sebongkah batu Palestina, mungkin oleh-oleh semacam ini terdengar tidak lazim dan aneh bagi kebanyakan orang. Namun, bagi saya, permintaan oleh berupa batu Palestina itu tidak hanya sekadar sebuah keinginan semata, melainkan juga memiliki makna yang mendalam dan nilai yang tidak ternilai harganya bagi saya. Batu Palestina, yang menjadi bagian dari alat perang anak-anak Palestina dalam menghadapi tentara Israel, bukanlah sekadar benda mati. Ia adalah simbol dari keberanian membela dan mempertahankan kota suci bumi warisan Ilahi yang diberkahi, sekaligus semangat perlawanan yang tumbuh dari anak-anak dan orang yang berdiam di tanah yang penuh sejarah dan konflik tidak berkesudahan atas kerakusan yahudi itu. Dengan saya meminta oleh-oleh ini, juga membawa harapan dan doa untuk kedamaian serta keadilan bagi rakyat Palestina yang terus berjuang untuk bukan hak-hak mereka semata tapi hak umat manusia yang tidak umat muslim saja tapi semua umat yang berdiam disana sejak adanya bumi suci itu.
Permintaan saya ini juga ada pesan semangat untuk mengerti dan menghargai perjuangan orang lain. Meskipun saya tidak bisa merasakan secara langsung betapa beratnya perjuangan saudara-saudara sesama manusia disana, namun dengan membawa pulang sepotong kecil batu dari tanah tempat mereka bertahan, saya ingin memberikan penghormatan dan dukungan bagi perjuangan mereka. Dengan demikian, permintaan ini bukan hanya sekadar keinginan pribadi, melainkan juga upaya untuk menjalin solidaritas dan kepedulian antar sesama manusia yang berbagi kehidupan di bumi yang sama.
Walaupun saya tahu cerita dari teman-teman yang saya kenal pernah kesana jadi relawan kemanusiaan bawa bantuan langsung ke Palestina betapa sulitnya masuk dan keluar dari bumi yang tidak bredosa itu harus melalui pemeriksaan begitut ketat dari tentara israel yang mencaplok bumi Palestina yang bukan miliknya bahkan bahkan kata teman-teman yang kesana risikonya besar sekali nyawa taruhannya.
Sehingga apa yang saya minta adalah sebongkah batu Palestina sebagai oleh-oleh yang akan dibawa pulang oleh bunda Sri Rahmi dan suaminya pasti mengalami beban emosi yang menggetarkan hati. Di antara perjalanan yang penuh tantangan dan risiko itu.
Setelah perjalanan panjang kurang lebih 2 minggu dan penuh berliku, akhirnya bunda Sri Rahmi dan Suaminya tiba di Makassar dengan selamat. Sehari setelah tiba di Makassar saya chat melalui WhastApp yang isi dari pesan tersebut adalah saya ke rumahnya di BTN Paropo daerah Jl. Abdullah Daeng Sirua Makassar, kurang lebih 15 menit setelah pesan itu saya baca, saya pun tiba di rumah bunda Sri Rahmi. Lalu saya buka pintu pagar dan langsung masuk sesuai arahan dari bunda Sri Rahmi dari pintu masuk ruang tamu terlihat ruang tamu yang penuh dengan sentuhan senih lukis dan sejumlah ornamen membuat ruang teresbut nampak sangat aesthetic disana terlihat diatas meja ada sebongkah batu putih dengan anggun terletak di atas lipatan selembar sajadah putih berkilauan bermotif biru muda, menghiasi meja tamu. Saat bunda Sri Rahmi melangkah dengan semangat, setiap anak tangga dari lantai dua dilaluinya. Dalam sekejap, langkah bunda Sri Rahmi membawanya menuju ruang tamu, di mana sudah ada saya bersama kursi tamu membentuk setengah lingkaran menunggu kedatangannya. Di tengah-tengahnya, terdapat meja yang menjulang gagah, di atasnya terletak oleh-oleh yang begitu saya nantikan: sebuah batu dan selembar sajadah dugaan saya pada dua benda itu.