Arsiparis Cinta, Akhirnya Terbit Juga

_(Sebuah Perjalanan Manuskrip Menjadi Buku)_

By Rahman Rumaday

NusantaraInsight, Makassar — Akhirnya, dua buku itu lahir. Seperti bayi yang telah lama dikandung dalam rahim sejarah, *”Balutan Cinta La Ruhe”* dan *”Guratan Cinta La Ruhe”* karya _Andi Ruhban,_ kini hadir di hadapan kita. Keduanya bukan hanya buku. Ia adalah jejak hati yang dijilid oleh waktu, tulisan tangan yang nyaris terlupakan, dan cinta yang tetap hidup dalam diam.

Selama kurang lebih dua tahun, saya bersetia di jalan sunyi itu. Bukan sebatas menyunting dan mewujudkan, tapi seperti membangunkan kembali ruh-ruh kalimat yang tertidur dalam lembaran tua, menguning, dan nyaris tak terbaca. Tinta yang telah menyatu dengan waktu menjadi tantangan tersendiri. Saya harus menajamkan mata, memperdalam rasa, bahkan kadang menggunakan berbagai cara dan pencahayaan khusus demi menangkap satu per satu kalimat yang nyaris hilang ditelan usia.

Seperti kata *Pramoedya Ananta Toer,* *_”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah.”_* Maka apa yang dilakukan *Andi Ruhban* adalah upaya heroik untuk melawan lupa. Ia tidak hanya menulis ia mengarsipkan rasa, merawat kenangan, dan menjejakkannya dalam bentuk yang paling abadi yakni tulisan.

BACA JUGA:  Panitia Bimtek Pendidikan Inklusif Disdikbud Maros Kunjungi Komunitas Anak Pelangi (K-apel) di Makassar

Buku pertama, *Balutan Cinta La Ruhe,* terdiri dari 115 halaman (tidak termasuk angka Romawi). Buku kedua, “*Guratan Cinta La Ruhe”,* terdiri dari 129 halaman. Dua buku ini lahir dari surat-surat cinta, yang ditulis bukan dengan sembarang tinta, melainkan dengan getar-getar jiwa dan refleksi intelektual.

Izinkan saya menyebutnya gaya tulisan dalam kedua buku tersebut adalah sastra bergaya *administratif-psikologis. Bergaya administratif karena setiap tulisan tampil dalam format surat, terstruktur namun personal. Bergaya akademis karena diselipkan refleksi-refleksi teoretis di dalamnya sebuah eksplorasi perasaan yang tak hanya menyentuh, tetapi juga mengajak berpikir.*

*Sang penulis yakni Andi Ruhban* memiliki dua kelebihan yang langka yang mungkin jarang dimiliki orang lain :
*_Pertama,_* ketelatenan dalam merawat kenangan. Ia seperti *arsiparis cinta,* yang memahami bahwa sehelai surat bisa menyimpan lebih banyak makna daripada sebuah pidato.
*_Kedua,_* gaya menulis yang unik, yakni menarasikan nama seseorang dalam bentuk paragraf sebanyak jumlah huruf dalam nama tersebut. Sebuah teknik eksperimental yang belum tentu punya istilah, namun jelas punya ruh.

BACA JUGA:  Catatan Perjalanan (Kearsipan) (1): 1200 mdpl

Di balik seluruh proses ini, saya belajar bahwa menerbitkan buku bukanlah sebatas kerja teknis. Ia adalah ibadah, adalah cinta, adalah perjuangan dalam sunyi. Layaknya membangkitkan fosil menjadi makhluk hidup kembali, saya menyusun ulang serpihan-serpihan sejarah personal menjadi sesuatu yang bisa dibaca dan dirasa oleh generasi selanjutnya.