Denyut Kehidupan di Car Free Day (5): Dalgona dan ‘Garam Halus’ Resep Escape, Menakar Gula dan Menangkal Serbuk Putih

Pemandangan itu menciptakan trauma. Ia menceritakan dengan detail adanya korban tidak bersalah yang terkena panah di wajah saat melintas dengan motor. Foto kejadian itu masih ada. Tanika mengaku takut saat perang pecah, namun tidak bisa menutup pintu karena kegiatan jualan ibunya yang ada di depan rumah.

Lapisan trauma yang lebih gelap adalah transaksi narkoba di dekat rumahnya. Narkoba, yang ia deskripsikan sebagai “garam halus” atau serbuk putih beroperasi di lingkungannya.

Semua pelakunya saling kenal dan rumah yang saling berdekatan termasuk pamannya, Jano (bukan nama sebenarnya). Ironis.
Jano disebut-turut membeli dan menggunakan barang haram itu. Tanika bahkan menyaksikan pamannya itu menggunakan zat tersebut. Pamanya sendiri sudah tiga kali ditangkap karena kasus ini. Meskipun kini ia mengaku sudah berhenti, lingkaran gelap ini sekarang menjerat temannya yang masih SMP, yang ia sebut sebagai pengedar dan sudah ditangkap empat kali.

Yang paling mengancam, suatu malam sekitar pukul 23.00, paman temannya meminta temannya itu membawa barang haram tersebut ke rumah bos mereka.

BACA JUGA:  PJ Bupati Bantaeng Respon Positif Pecinta Sepakbola Bantaeng Nobar Piala Asia 2024 di Pantai Seruni

“Malam itu kami bertiga. Saya paling belakang, karena rumahnya tidak terlalu jauh kami berjalan, tapi saya takut sekali kalau ada polisi dan ditangkap,” ungkap Tanika pelan dan di wajahnya tampak menyisakan kengerian.

Bos besar di lingkungan itu digambarkan sebagai Ibu Felicia (bukan nama sebenarnya), seorang perempuan yang terlihat baik. Memiliki rumah berlantai, dan sering bersedekah ayam geprek di hari Jumat. Kontras inilah yang membuat Tanika berharap “bisa cari pekerjaan lain yang lebih halal,” meskipun ia tetap menerima makanan sedekahnya.

Bagi banyak anak, pemandangan seperti itu bisa melahirkan luka mendalam. Namun bagi Tanika, kekerasan, penangkapan, bahkan penggerebekan sudah menjadi “hal seru” tontonan harian yang ia saksikan tanpa pilihan.

Sebuah bentuk normalitas yang keliru, tapi nyata di lorong-lorong sempit kota.
Kepala Kejaksaan Negeri Makassar, melalui laporan tahunan 2023, mencatat 132 kasus anak di bawah umur yang ditangani, terbanyak adalah kasus pembusuran dan kekerasan fisik. Sementara UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak mencatat 273 anak menjadi korban kekerasan sepanjang 2024–2025. Tekanan ekonomi disebut sebagai pemicu utama.

BACA JUGA:  Nyaris Ricuh, Pembentukan Koperasi Merah Putih Kelurahan Sapuka Ditunda

Tanika tak bicara soal kebijakan zonasi CFD atau harga gula. Ia hanya ingin lorongnya aman. Setiap kali menjual dalgona, ia seolah menukar ketakutan dengan harapan baru.

Ayahnya selalu berpesan agar tidak ikut arus gelap yang menjerat pamannya. Dan sejauh ini, Tanika menepatinya.
Pada usia 12 tahun, ia telah memahami arti resiliensi lebih dari banyak orang dewasa.

br
br