Ma’REFAT INSTITUTE Ulas Peran Kelompok Masyarakat Sipil dalam Perbaikan Bangsa dan Negara

NusantaraInsight, Makassar — Ma’REFAT Informal Meeting (REFORMING) yang ke-21 kembali digelar dengan mengusung tema “Mencermati Kondisi Saat Ini serta Peran Strategis Kelompok Masyarakat Sipil dalam Perbaikan Bangsa dan Negara.” Agenda rutin bulanan dari Ma’REFAT INSTITUTE Sulawesi Selatan ini, dilaksanakan di Kantor LINGKAR-Ma’REFAT yang bertempat di Makassar, pada Minggu 27 April 2025.

Diskusi ini menghadirkan tiga pemantik diskusi: Samsang Syamsir (Koordinator FIK ORNOP SulSel), Dr. Aslan Abidin (Akademisi UNM dan Budayawan/Sastrawan), serta Andi Manarangga Amir (Aktivis Sosial/NGO dan Co-Founder LINGKAR Sulawesi).

Dalam sesi pertama, Dr. Aslan Abidin menyoroti rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data internasional, IQ rata-rata masyarakat Indonesia berada di angka 78, menempatkan Indonesia di urutan ke-131 dunia. Ia menekankan pentingnya membangun masyarakat intelek dan berperadaban, yang tidak hanya menerima pemahaman mitos semata, tetapi mampu berpikir rasional dan kritis terhadap realitas.

“Pendidikan kita seharusnya mendorong pola pikir rasional, bukan sekadar membentuk kepatuhan,” ujar Aslan. Ia juga mengkritik proyek pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) di Makassar yang menurutnya merusak sumber daya alam dan lingkungan. Ia mengajak masyarakat untuk lebih kritis terhadap proyek-proyek yang bertentangan dengan prinsip keselamatan dan keberlanjutan lingkungan.

BACA JUGA:  Sri Gusty: Perlu Reward untuk Memantik Anak Menulis

Dr. Aslan mengajak semua pihak untuk menjadi manusia yang cerdas, yang mampu berpikir kritis demi dirinya sendiri agar mampu memberi dampak positif bagi bangsa dan negara.

Selanjutnya, Samsang Syamsir menekankan pentingnya membuka ruang-ruang diskusi untuk menghidupkan daya kritis masyarakat. Ia menyoroti penyempitan ruang gerak Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang sering kali dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah, meski sebenarnya OMS memainkan peran penting dalam pembangunan negara. “Masyarakat sipil seharusnya tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek yang aktif dalam pembangunan,” tegas Samsang.

Di tengah situasi ini, ia menekankan pentingnya konsolidasi antar-OMS untuk mempertahankan ruang demokrasi. “Kita harus memperkuat solidaritas, meningkatkan kapasitas organisasi, dan terus membangun partisipasi yang berbasis kesadaran kritis, bukan sekadar mobilisasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Manarangga Amir sebagai Aktivis Sosial/NGO, menyoroti peran OMS dalam membangun masyarakat. Beliau memaparkan, sejak awal masyarakat hidup dalam keterikatan dengan sumber daya alam di sekitar mereka. Kesadaran akan pentingnya mengelola sumber daya itu secara bersama mendorong terbentuknya komunitas-komunitas kecil.