Catatan Perjalanan (Kearsipan) (1): 1200 mdpl

1200 mdpl
Rombongan Kepala ANRI dan PJ Bupati Bantaeng di Muntea Highland 1200 mdpl

Jagalah kelestarian sejarah budaya
Semua rahmat Tuhan yang maha esa
Mari bersama sama menjaga lingkungan hidup ini
Hutan dan rimba burung margasatwa sebagainya”

Lagu Nusantaraku di gadget ku mengiringi keberangkatan kami meninggalkan Muntea Highland Desa Bontolojong Kecamatan Uluere.

Sewaktu menuju Muntea Highland, rombongan menempuh perjalanan dari Bantaeng – Sinoa – Uluere – Bontolojong. Sewaktu kembali rombongan menempuh Bontolojong – Parringparring – Kayuloe – Onto.

Jalan pulang juga tak kalah ketika berangkat, sepanjang jalan mata kita dihibur dengan tanaman dataran tinggi.

Sepanjang jalan penduduk juga begitu ramah melambaikan tangannya kepada rombongan yang mereka tahu bahwa pemimpinnya berada di DD 1 F.

Mata puas dengan keindahan alam yang entah sampai kapan ini bisa terjaga dan di jaga. Selain petualangan ini begitu menyenangkan juga banyak edukasi yang didapatkan dan kami yakin ini semua akan mengisi diaspora depo arsip kabupaten Bantaeng.

Tak salah kiranya jika kita mengutip pernyataan Norman Edwin (1955-1992) seorang pencinta alam dan juga jurnalis Kompas.

BACA JUGA:  Sekjen Perluni UNM : Kita Hentak Dunia, Karena Kita Bisa

“Alam sebagai sarana pendidikan dan bukan cuma petualangan.” – Norman Edwin.

Disepanjang jalan, penulis mencoba-coba menelisik asal mula nama Muntea, yang sangat perlu kiranya diketahui oleh generasi mendatang.

Segala kamus online, mulai dari bahasa Belanda, Jepang, Spanyol dan Portugis cuma yang mendekati itu bahasa Inggris yaitu Mountain atau gunung.

Satu-satunya sumber yang menceritakan terkait Muntea didapatkan berdasarkan cerita rakyat. Salah satu warga desa Bontolojong menyampaikan bahwa awalnya, Muntea itu suatu kerajaan yang bernama Cidondong dan selanjutnya berubah nama Muntea itu dari kata Unte. Karena ada suatu pohon jeruk yang berputar batangnya kayak tali dan kalau ada pencuri atau orang yang mau mengganggu keamanan dan ketertiban itu diunte (diputar) lehernya. Itulah sumber yang didapat untuk penamaan Muntea tersebut.

Tentu perlu pengkajian serius dan juga naskah-naskah otentik terkait Bantaeng secara umum dan Muntea secara khusus yang dapat menjadi rujukan untuk para peneliti di masa depan.

Apalagi Bantaeng yang lahir 7 Desember 1254 telah berumur 767 tahun dan sebagai Butta Toa atau Tanah Tua tentu menjadi wajib jika naskah-naskah tersebut disimpan ketika depo arsip telah kelar pada hari ulang tahunnya yang ke 768 mendatang. Menarik untuk dinantikan….

BACA JUGA:  Mego Pinandito Jabat Kepala ANRI
Bersambung….. Menuju Tanjung Bira

 

 

 

 

br