Seandainya Lakkang Jadi Laboratorium Wisata Berkelanjutan (1)

Lakkang
Naik pincara ke Lakkang

Penghasilan sebesar itu terbilang lumayan. Karena pengeluarannya tidak seberapa. Untuk keperluan bahan bakar mesin perahu, misalnya, sebotol bensin ukuran seliter, bisa digunakan selama 3 hari. Katanya, kalau hanya untuk bolak-balik mengantar penumpang ke dermaga sebelah, cukup irit. Tidak banyak bahan bakar yang dihabiskan.

Aspek pelayanan dengan memperhatikan aktivitas warga menjadi pertimbangan jam operasi mereka. Biasanya, De’sisi sudah berada di dermaga sejak pukul 05.30. Setelah sholat Subuh, dia sarapan lalu bersiap menjalankan aktivitas rutinnya hingga pukul 18.00 wita. Jadwal itu, katanya, khusus untuk dirinya. Sebelum Magrib, ketika matahari di barat akan tenggelam, dia sudah meninggalkan dermaga, untuk pulang ke rumah. Jadwal De’sisi ini berbeda dengan waktu kerja pappalimbang lainnya, yang kebanyakan beraktivitas mulai pukul 07.00 sampai pukul 23.30 wita.

Dahulu, kisah De’sisi, satu perahu dikelola 2 orang, yakni dia dan Daeng Sija, sepupunya. Berkat bantuan dari Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) Kota Makassar, dia bisa punya perahu sendiri. Perahu pappalimbang ini, merupakan kreasi sederhana, berupa dua unit perahu pincara yang dirakit menjadi satu bagian, dihubungkan dengan papan-papan sebagai alasnya. Agar penumpang terlindung dari panas dan hujan, dibuatkan tenda dari bahan vinyl. Vinyl ini merupakan bahan sintetis terbuat dari polivinil klorida (PVC).

BACA JUGA:  Wali Kota Makassar Kembali Lantik 24 Pejabat Baru, ini Namanya

Saya lalu mendongak ke atap perahu yang sudah digunakan selama kurang lebih 4 tahun ini. Benar saja, ada tulisan besar tercetak di sana. Karena posisinya terbalik dan terhalang balok kayu yang dijadikan rangka tenda, saya mengeja tulisan yang dibuat dengan digital printing itu: PERAHU PAPPALIMBANG. “Zakat berdayakan mustahik dan mensejahterakan umat”. Ada juga hashtag, #Berzakatki, #Salamakki #Gerakancintazakat Baznas Kota Makassar. Mustahik adalah sebutan untuk orang atau golongan yang berhak menerima zakat, di antaranya fakir miskin.

“Kalau papannya sudah agak lama dipakai, saya ganti demi keamanan dan keselamatan bersama. Namun, kalau tendanya ada yang sobek, saya melapor ke Baznas untuk diganti,” jelas De’sisi.

Obrolan kami ini berlangsung selama dua kali perahu bolak-balik, pulang-pergi. Setelah itu, saya dan istri pamit, dan langsung menuju kampung Lakkang menggunakan sepeda motor.

Jalur Belakang

Sebelumnya, saya pernah ke kampung yang berada di delta Sungai Tallo dan Sungai Pampang ini. Secara administratif Lakkang merupakan salah satu dari 15 kelurahan di Kecamatan Tallo. Lakkang ini berupa pulau yang terbentuk dari proses sedimentasi yang sangat lama. Luasnya 1,15 km², dengan ketinggian <500 mdpl. Itulah keunikan geografisnya. Sehingga orang biasa menyebut Lakkang sebagai pulau di tengah Kota Makassar.