Dalam konteks ini, saya melihat Pak Amiruddin sebagai sosok pemimpin yang dikenal di dalam terminology teori kepemimpinan sebagai culture-builder.
Tentu saja Pak Amiruddin dalam melaksanakan konsep-konsep strategiknya tidak melewati jalan yang mulus. Resistensi dan ketidaksetujuan atas gagasan-gagasanya muncul dari beberapa kalangan. Tetapi sekali lagi, Pak Amiruddin bertekad melaksanakan program tersebut dengan penuh determinasi.
Menurut hemat saya, semangat ke-Unhas-an dan kerjasama lintas fakultas, maupun mobilisasi sumber daya universitas yang makin terintegrasi sekarang ini, tidak terlepas dari sosok Pak Amiruddin sebagai culture-builder itu, Sosok Pak Amiruddin seperti itu, kembali beliau laksanakan ketika mendapat kesempatan menjadi Gubernur Sulawesi Selatan pada tahun 1983.
Sebagai Gubernur, beliau kembali mencanangkan ‘’perubahan pola pikir dan perilaku’’ pejabat dan masyarakat sebagai salah satu dari tiga program yang dicanangkannya dalam memimpin Sulawesi Selatan.
Lewat program pembangunan yang dijalankannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, Pak Amiruddin dikenang oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai seorang pemimpin yang berhasil meletakkan dasar yang kokoh bagi pembangunan daerah ini selanjutnya.
Sebagai pribadi, saya (Basri Hasanuddin) belajar banyak dari Pak Amiruddin. Terutama, hal-hal yang bersangkut paut dengan kepemimpinan. Ketegasan, konsistensi, optimalisasi kinerja dalam berkiprah di suatu organisasi atau lembaga adalah pelajaran dan pengalaman penting yang saya ‘’serap’’ dari interaksi saya dengan beliau. Kalau kemudian pada tanggal 20 Mei 1989, saya dilantik menjadi Rektor Universitas Hasanuddin periode 1989-1993 dan berlanjut dengan periode berikutnya (1993-1997) itu tidak terlepas dari pelajaran berharga yang saya ungkap dari guru saya tentang kepemimpinan Prof. Dr. H. A. Amiruddin. (Basri Hasanuddin adalah Rektor Unhas 1989-1993 & 1993-1997, Menko Kesra dan Pengentasan Kemiskinan 1999-2000, Duta Besar RI untuk Iran 2003-2006, (Bersambung, MDA).