NusantaraInsight, Makassar — Selasa, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda ke-97. Hari Sumpah Pemuda selalu menjadi bagian dan bahan penting yang selalu saya berikan kepada para mahasiswa baru yang mengikuti Mata Kuliah Umum (MKU) Bahasa Indonesia di Universitas Hasanuddin pada setiap semester I dan II.
Sumpah Pemuda menjadi tonggak sejarah lahirnya bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, momen Sumpah Pemuda dapat dikatakan sebagai landasan historis kelahiran bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
Alasannya, salah satu dari tiga ikrar di dalam Sumpah Pemuda terdapat ‘berbahasa satu, bahasa Indonesia”, selain “bertanah air satu dan berbangsa satu”.
Selain Sumpah Pemuda, ada juga momen yang dapat dijadikan sebagai ‘landasan literatif’ kelahiran bahasa Indonesia. Yakni, merujuk pada karya-karya yang lebih awal lahir dan menggunakan bahasa Indonesia (Melayu) sebagai pengantarnya.
Salah satu karya yang selalu menjadi rujukan sebagai novel-novel awal yang ditulis menggunakan bahasa Indonesia (Melayu) adalah berjudul “Student Hijo”.
Namun dalam catatan di media daring disebutkan bahwa novel berbahasa Melayu pertama terbit berjudul “Lawan-Lawan Merah” (1875). Namun ‘Thjit Liap Seng” (1886) karya Lie Kim Hok, sering dianggap sebagai novel Melayu-Tionghoa pertama. Sebab novel “Lawan-Lawan Merah” merupakan terjemahan novel Barat yang populer pada era Sastra Melayu Lama. Karya Lie Kim Hok dianggap karya Melayu-Tionghoa orisinal yang pernah terbit. Novel “Sitti Nurbaya” (1922) karya Marah Rusli dianggap sebagai pelopor sastra modern Indonesia.
Novel “Student Hidjo” karya Marco Kartodikromo (1918) awalnya diterbitkan dalam bentuk serial di “Sinar Hindia”. Serial ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku oleh Marsman & Stroink pada tahun 1919.
Novel ini ditulis saat Kartodikromo dipenjarakan. Isi novel ini bercerita tentang Hidjo, seorang pelajar Jawa yang dikirim ke Belanda untuk menuntut ilmu. Dia kemudian jatuh cinta pada seorang perempuan Belanda. Novel ini merupakan salah satu karya penulis Jawa yang ikut memopulerkan kata “saya” sebagai kata tunjuk pribadi orang pertama.
Sedangkan kata “Anda” sebagai kata tunjuk pribadi orang kedua, dipopulerkan oleh Kapten Sabirin.
Tetapi kata itu pertama kali diperkenalkan oleh Rosihan Anwar di dalam koran “Pedoman” edisi 28 Februari 1957. Tetapi kata ini lebih dulu diresmikan oleh Sutan Takdir Alisjahbana dalam edisi ‘Pedoman’ 14 April 1957 dan menjadi pedoman ejaan bahasa Indonesia.
Kata ‘Anda’ pertama kali masuk ke dalam Kamus Bahasa Indonesia pada tahun 1960 cetakan III susunan W.J.S.Poerwadarminta. Kata “Anda” disebutkan sebagai “kata ganti diri orang kedua (untuk menyebut orang kedua umum, tidak membedakan tingkat dan kedudukan dan umur).


br

br

