ANTARA NARASI KEAMANAN DAN KEPENTINGAN POLITIK

Oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Pernyataan bahwa Israel akan mengambil alih Jalur Gaza dari Hamas bukan sekadar wacana militer, melainkan gema dari ambisi lama yang telah berulang kali muncul sejak pendudukan pertama kali terjadi di wilayah Palestina.

Dalam konteks konflik yang terus berkepanjangan, kabar ini menandai fase baru yang penuh ketegangan, ambiguitas, dan ancaman terhadap kestabilan kawasan.

Israel mengklaim langkah ini sebagai bagian dari “perang melawan terorisme,” sebuah frasa yang terus diulang untuk mendapatkan legitimasi internasional.

Namun, apakah pengambilalihan Gaza benar-benar tentang menghentikan kekuasaan Hamas semata, ataukah ada motif lain yang lebih dalam, lebih geopolitik, dan bahkan lebih strategis?

Jalur Gaza adalah wilayah kecil yang padat penduduk, dihuni oleh lebih dari dua juta jiwa, dan dikuasai oleh Hamas sejak 2007 setelah pemilu demokratis di Palestina.

Sejak itu, wilayah ini diblokade dari udara, darat, dan laut oleh Israel, dengan alasan keamanan. Namun blokade tersebut telah mengakibatkan krisis kemanusiaan akut: listrik terbatas, air bersih langka, dan perekonomian lumpuh.

BACA JUGA:  TOWS: Orientasi Masa Depan

Israel dan Hamas telah terlibat dalam sejumlah perang dan konfrontasi bersenjata, yang sebagian besar berakhir dengan kehancuran infrastruktur Gaza dan ribuan korban jiwa warga sipil. Meski demikian, Hamas tetap berkuasa. Upaya Israel untuk melemahkan kekuatan Hamas selama hampir dua dekade tak kunjung berhasil.

DEMI KEAMANAN NASIONAL?

Dalam pernyataan-pernyataannya, Israel menyatakan bahwa Gaza tidak bisa lagi dibiarkan menjadi “sarang terorisme” dan “wilayah tanpa hukum.”

Dengan dalih menghancurkan kemampuan militer Hamas secara total, Israel ingin mengambil alih kontrol keamanan atas Gaza untuk jangka panjang. Beberapa pejabat bahkan mengatakan tidak mungkin “ada entitas lain yang mengisi kekosongan” selain Israel sendiri.

Namun ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah pengambilalihan militer dan administratif atas Gaza akan membawa perdamaian, atau justru memperdalam pendudukan dan memperpanjang penderitaan?
Israel menolak menyerahkan Gaza kepada Otoritas Palestina (PA) yang diakui secara internasional, padahal PA adalah representasi sah rakyat Palestina menurut banyak negara.

Hal ini menunjukkan bahwa yang diinginkan Israel bukanlah stabilitas politik yang adil, melainkan dominasi atas Gaza, dengan atau tanpa Hamas.

BACA JUGA:  ILMU DOTI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL

PENDUDUKAN BERKEDOK OPERASI KEAMANAN

Bagi banyak rakyat Palestina, rencana Israel mengambil alih Gaza bukan sekadar urusan keamanan. Ini adalah lanjutan dari proyek kolonialisme yang sudah berjalan puluhan tahun.