APBN Defisit Lagi!

Catatan Agus K Saputra

NusantaraInsight, Ampenan — #APBNKita seperti naga Night Fury, Toothless, di Desa Berk –menjadi kesatria yang diandalkan untuk meredam guncangan. APBN menerapkan kebijakan countercyclical untuk menjaga masyarakat dan perekonomian dari pergolakan situasi global.

Demikian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati “memberi” laporan, sebagaimana tertulis di Instagram @smindrawati, Rabu (18/06) lalu.

Postur APBN hingga akhir Mei 2205 antara lain (selanjutnya lihat Tabel):
-Pendapatan Negara Rp995,3 T (33,1% target)
-Belanja Negara Rp1.016,3 T (28,1% pagu)
-Surplus Keseimbangan Primer Rp192,1 T

Apbn

Bagi Menkeu, meledaknya konflik di wilayah Timur Tengah semakin menambah ketegangan geopolitik yang sudah ada dan memicu lonjakan harga-harga komiditas. Dari sisi perdagangan global, belum tercapainya kesepakatan antara US dengan negara-negara mitra dagang juga menambah ketidakpastian. Kedua kombinasi ini menimbulkan risiko inflasi tinggi dan pelemahan ekonomi global.

“Dampaknya, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global berada di angka terendah sejak Desember 2024, yaitu 49,6 -PMI dari 70,8% negara yang disurvei berada pada zona kontraktif. Selain itu, revisi atas penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global terus dilakukan. Tahun 2025, @the_imf memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya mencapai 2,8%, sementara @worlbank lebih rendah, yaitu 2,3%. Volume perdagangan dunia mengalami penurunan signifikan –tahun ini hanya 1,7% (tahun lalu 3,8%),” tulis Sri Mulyani.

BACA JUGA:  Pertumbuhan Ekonomi Di Tengah Ketidakpastian

Dengan situasi tersebut, lanjut Menkeu, Indonesia tetap waspada dan terus memantau situasi. Kebijakan fiskal ekspansif, seperti restitusi untuk menjaga likuiditas dunia usaha, pemberian paket stimulus, dan akselerasi investasi terus dilakukan.

Menurut Sri, berbagai indikator ekonomi Indonesia masih cukup resilien, meski mulai terdampak risiko global: IKK di 117,5; penjualan sektor riil ekspansif 2,6% (yoy); kegiatan manufaktur masih berjalan, tampak dari konsumsi listrik sektor bisnis masih tumbuh 4,5% yoy dan sektor industri tumbuh 6,7% yoy; investasi bangunan ekspansif mendekati 30% (yoy); dan inflasi terjaga 1,6% yoy.

“APBN akan terus kita jaga agar mampu menjadi kesatria yang tangguh seperti Toothless. Untuk itu, APBN harus dijaga kesehatannya secara hati-hati dan bijaksana agar pembangunan terus berjalan dan cita-cita Indonesia bisa tercapai,” tutupnya.

Defisit Rp 21 T

Jika bulan April lalu APBN tercatat surplus sebesar Rp 4,3 triliun, maka akhir bulan Mei ini mengalami defisit Rp 21 triliun. Angka defisit ini disebabkan oleh pendapatan negara lebih kecil dibanding pengeluaran atau belanja negara. Defisit ini setara dengan 0,09% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang ditarget 2,53%.