Sepertinya ada Lagi Maksud Terselubung

Sepertinya ada Lagi Maksud Terselubung
Dari kiri ke kanan: Rahman Rumaday, Rusdi Embas, Dahlan Abubakar dan Arwan D Awing

NusantaraInsight, Makassar — Sebuah momen penting dalam sejarah dunia pers Indonesia tercatat dengan penuh kebanggaan. Koran legendaris Harian Pedoman Rakyat, yang lahir pada 1 Maret 1947, merayakan usia ke-78 tahun. Angka 78 bukan hanya sekadar angka yang tercatat dalam kalender waktu, tetapi sebuah simbol perjalanan panjang yang memiliki kedalaman makna. Seperti halnya seorang manusia yang telah melewati masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa, Pedoman Rakyat kini berdiri pada usia yang matang, tak hanya dalam hitungan tahun, tetapi juga dalam makna dan warisan yang telah ditinggalkan dalam dunia jurnalistik.

Di balik perayaan ini, ada kisah yang tak terlupakan, ketika saya menerima undangan yang begitu sederhana namun penuh makna. Undangan tersebut datang melalui pesan singkat di WhatsApp, dari pak Ardhy M Basir, Pemimpin Umum dari media online pedomanrakyat.co.id. “Undangan untuk hadir di perayaan Hari Jadi Pedoman Rakyat yang ke-78,” demikian bunyinya. Tanggal yang tercatat dalam undangan itu adalah 3 Maret 2025, yang bertepatan dengan 3 Ramadan 2446 H. Rasanya begitu cepat waktu berlalu media yang sudah melewati usia yang matang, hampir setua seorang manusia yang telah melewati masa jatah hidupnya, yakni sekitar 60 hingga 70 tahun, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Muhammad SAW. “Usia umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit sekali di antara mereka yang melebihi usia tersebut,” begitu bunyi hadits yang mengingatkan kita tentang betapa terbatasnya waktu hidup ini. Media Pedoman Rakyat, yang telah berdiri sejak 1 Maret 1947, kini mencapai usia yang begitu matang. Jika media ini diibaratkan sebagai manusia, ia sudah melewati masa-masa pencarian jati diri, melalui tantangan zaman, dan kini menjadi sebuah entitas yang stabil, kuat, dan penuh pengalaman.

BACA JUGA:  Nasrul, Kamus Asal, dan Logo-Logo Berkonsep Aksara Lontaraq

Saya membalas pesan undangan itu dengan rasa terima kasih yang mendalam, “Terima kasih banyak undangannya, Insya Allah hadir.” Namun, ada sedikit rasa malu yang menggelayuti hati saya. Saya menulis, “Tapi malu-malu datang, karena saya bukan orang Pedoman Rakyat dan bukan wartawan,” dengan sedikit canda.

Balasan dari pak Ardhy M Basir pun datang, “Kan ada saya, ada juga Pak Andi Awing dan Rusdy Embas.” Tentu saja, dengan respons yang lebih hangat, dia mencoba meyakinkan saya untuk hadir. “Kenapa malu-malu hadir?” katanya.

Namun dalam benak saya, terbersit rasa kurang percaya diri. “Kan saya ini anak baru kemarin lahir. Pasti yang hadir sudah senior-senior, usia rata-rata di atas 50 tahun. Pedoman Rakyat sudah tua, pasti mereka semua yang hadir, saya siapa?” begitu pikir saya dalam hati. Ada semacam perasaan terasingkan, mungkin karena saya merasa lebih muda dan berada di luar dunia mereka yang sudah lebih berpengalaman dan matang.