Kembali ke topik utama tentang timnas PSSI, karena itu sangat disayangkan jika dari kalangan pemain sepak bola sendiri sampai muncul resistensi terhadap program naturalisasi seperti pernyataan kontroversial M. Tahir, 30 tahun, eks-pemain PSBS Biak, beberapa hari lalu.
Dalam siniar di kanal _YouTube_ Akmal Marhali, pengamat sepak bola dan Koordinator Save Our Soccer, Tahir menganggap remeh para pemain hasil naturalisasi sekaligus mengglorifikasi pemain Liga 1. Dia usulkan PSSI melakukan pertandingan antara dua kelompok pemain itu. Kontan saja warganet merespon sengit dengan menyuruh Tahir untuk memperbaiki kemampuannya sendiri sebagai pemain Liga 2, ketimbang nyinyir tak keruan.
Tahir lupa bahwa naturalisasi adalah sebutan untuk _proses_, bukan untuk status yang melekat permanen. Pesepak bola seperti Ragnar Oratmangoen yang sudah mengucapkan sumpah setia sebagai WNI adalah kini ATLET INDONESIA layaknya Asnawi Mangkualam, Pratama Arhan, Ricky Kambuaya atau Ramadhan Sananta.
Melalui Ragnar, ‘Profesor’ Thom Haye. ‘Bang Jay’ Jay Idzes, Justin Hubner yang ‘Ganteng-Ganteng Srigala’ (agresif di lapangan dan galak terhadap pemain lawan yang suka membully Indonesia seperti pemain Vietnam Nguyen Van Truong yang dipelototi Justin), dan pemain-main diaspora Indonesia lainnya, yang sedang terjadi pada hakekatnya adalah “Natura Tunggal Ika”.
Melalui proses naturalisasi, melebur menjadi jiwa patriot Indonesia yang satu untuk memperkuat kepak sayap Tim Garuda agar terus terbang tinggi menuju tujuan: masuk kualifikasi Piala Dunia 2026.
Sudah saatnya Indonesia mencetak sejarah baru sebagai negara dengan kemampuan sepak bola terhebat di Asia Tenggara, dan salah satu yang terkuat di Asia.
Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Kalau tidak dengan dukungan kita sesama anak bangsa, berharap dari siapa lagi?
Cibubur, 6 April 2024.