Syamsuddin Umar yang agak terlambat bergabung di Kafe Azzahrah dalam paparannya mengemukakan, kehadiran Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI, betul-betul ingin mereformasi sepak bola Indonesia.
Kedua, Erick Thohir sadar bahwa ekspektasi dan ambisi masyarakat sepak bola Indonesia sangat tinggi. Dia juga pertama memperbaiki organisasi PSSI. Membenahi sistem kompetisi dengan persyaratan yang ditetapkan oleh organisasi dalam memajukan sepak bola Indonesia.
“Sehingga, semua stadion di Indonesia diperbaiki sehingga memenuhi persyaratan dan standar internasional,” ujar Syam, panggilan akrabnya.
Juga langkah peningkatan sumber daya manusia (SDM) hakim garis, wasit, bahkan Erick Thohir juga mengontrol agar kompetisi sepak bola di Indonesia itu berjalan dengan baik. Dia juga menyadari bahwa untuk mencapai standar sepak bola Indonesia harus ditata level kompetisi. Ada divisi I, II, III, dan Divisi IV. Sekarang diharapkan dapat berjalan secara konsisten, bagaimana sepak bola memiliki kualitas.
“Kita tidak bisa berpikir, sepak bola seperti itu seperti dulu. Sepak bola itu adalah ilmu yang sangat dinamis. Berkembang terus, Sepak bola itu, siapa yang tidak berubah akan ketinggalan,” kata Syam.
M.Kusnaeni menjawab komentar salah seorang pendengar menjelaskan bahwa pelatih timnas Indonesia Patrick Kluivert menegaskan bahwa pemain liga I Indonesia harus menjadi “back bone” (tulang punggung) pemain nasional. Hal itu disampaikan ketika pertama kali diperkenalkan kepada publik sebagai pelatih timnas Indonesia menggantikan Shin Ta-yong.
“Kita harus tagih terus itu. Apakah itu serius atau sekadar pernyataan politik,” ucap Kusnaeni.
Yang menjadi masalah, kata Kusnaeni, adalah jajaran tim pelatih tim nasional kurang banyak melihat pertandingan. Jajaran pelatih hanya menonton dua pertandingan terakhir. Paling tidak harus menyaksikan empat pertandingan terakhir karena pada masa itulah dapat dilihat setiap pemain, setiap tim akan tampil maksimal. Pada empat pekan terakhir, tim yang mau juara dan akan degradasi akan “fight” betul.
Oleh sebab itu, ungkap Kusnaeni, dia mendorong PSSI agar membentuk tim pemandu bakat. Kita harus bentuk tim “talens scouting” (pemandu bakat) yang dipimpin Simon Tahamata itu dengan melibatkan jaringan ke daerah-daerah, tidak bisa bekerja sendiri. Dia harus membangun jejaring bersama dengan beberapa mantan pemain di berbagai daerah. Sebab yang dapat melihat perkembangan pemain di daerah-daerah itu adalah mereka yang ada di daerah-daerah.
“Tim “talens scouting” juga harus detil datanya, tidak hanya itu data baku. Seorang pemain harus memiliki deskripsi posisi dan kepiawaiannya seperti apa. Kita selama ini tidak memiliki metodologi ‘talens scounting’ yang bagus,” ujar Kusnaeni.