Sport  

M. Kusnaeni: Indonesia sedang Alami Transformasi Sepak Bola

“Apakah ini sudah ada perbaikan yang signifikan dari PSSI,” tanya Alpianus Ba’ka, Redaktur RRI Makassar yang menjadi moderator diskusi di Kafe Azzahrah RRI Makassar tersebut.

Menurut Kusnaeni, kompetisi masih terpecah-pecah. Pemain yang bagus itu, ketika menginjak profesional pada usia 18 tahun dia sudah berkompetisi secara reguler di bawah 16 tahun. Melalui kompetisi secara berjenjang. Pemain itu biasanya berkompetisi pada usia 12 tahun. Kompetisi kita tidak terstruktur.

Kadang-kadang ‘event’-nya banyak, tetapi bertemu dengan tim-tim itu juga. Peran PSSI harus bisa mendorong yang bermain di kompetisi profesional mau mengurusi kompetisi. Seleksi itu hanya menampilkan permainan sesaat. Pada saat berkompetisi permainannya kelihatan. Sekarang ini, kompetisi usia muda harus dilakukan. Saat ini PSSI masih berat untuk menganggarkan kompetisi usia muda. Dalam hal industrinya belum jalan dan ‘sustain’.PSSI lebih memilih yang prioritas.

Wartawan olahraga Makassar, M.Dahlan Abubakar, mengatakan, pemain sepak bola Indonesia kebanyakan muncul pada usia 14 tahun, padahal, kalau di luar negeri para pemain itu sudah mulai bermain pada usia 4 tahun, meskipun dalam bentuk ‘game’. Namun pada usia seperti itulah, para pemain mudah menerima masukan yang berkaitan dengan displin dan filosofi sepak bola.

BACA JUGA:  Barito Putra Naik Peringkat 8, Kalahkan Madura United 1-0

“Kalau kita lihat di lapangan Karebosi, kebanyakan anak-anak kelas 4 hingga 6 tahun. Kita lihat saja Ady Setiawan (kini di Dewa United), dia masuk Karebosi setelah tamat SMA,” kata wartawan senior tersebut.

Dahlan mengatakan, banyak pemain Indonesia yang berlatih di luar negeri, namun setelah kembali ke Indonesia bergabung dengan klubnya, tidak berkembang lagi. Hasil ‘perguruan’ di luar negeri selesai.

Alpianus pun memberi contoh, Erwin Moseng yang pernah berjaya melalui Piala Danone, setelah kembali ke Makassar, berkiprah sebentar di PSM, setelah itu ‘layu’, bahkan tidak mampu menembus sebagai pemain profesional.

Sadakati Sukma atas nama suporter menjelaskan, kita menjadi tidak enak karena berkaitan dengan suporter ini, Indonesia berada di bawah pengawasan FIFA. Kasus Stadion Kanjuruhan merupakan sebuah tamparan bagi Indonesia.
Soal pembinaan timnas, Saddakati Sukma menyebutkan bahwa semata-mata untuk membuat tim nasional menjadi jauh lebih baik.

“Dari kacamata suporter, PSSI mencoba memperbaiki kinerjanya, Sebab ada kesan, program sepak bola itu hanya ada di tingkat nasional,” kata Dewan Presidium Suporter Indonesia tersebut.

BACA JUGA:  Efek Red Sparks vs Indonesia Allstars, KOVO All Star Digelar di Jakarta

Bung Kusnaeni mengatakan, pemain bola profesional itu tidak hanya dibentuk oleh bakat. Kalau menurut para pakar, profesionalitas seorang pemain bola 30% saja oleh bakat. Yang 70% ditentukan oleh pembinaan dan kompetisi. Banyaknya kompetisi akan menentukan seberapa banyak pemain yang kita hasilkan. Dan bisa berkali-kali bermain. Kalau pada saat usia muda dikebut, pada usia 25 tahun mereka sudah layu. Sebab, ada masanya para pemain itu dibentuk ototnya, misalnya pada saat usia 18 tahun.