“Saya pegang lehernya Syamsuddin Haddade sambil meminta semuanya ‘minggir’. Sahabat itu pun saya bawa lari masuk ke ruang wasit,” kata Ahmad Karim.
Di belakang hari, Ahmad Karim bercerita dengan Syamsuddin Haddade.
‘’Saya bilang, Jujur ko, kenapa sampai peristiwa itu terjadi?,’’ tanya Ahmad Karim.
‘’Saya betul-betul khilaf. Waktu itu, saya mau berpihak pada PSM ,’’ katanya.
Dia mau berpihak-pihak sedikit pada PSM. PSM pada babak pertama, berdiri di sebelah utara, pada babak kedua tentu sudah berpindah ke sebelah selatan. Dia kira PSM masih di sebelah utara. Pelanggaran di depan gawangnya, tahu-tahu Surabaya yang menembak.
Jadi, kalau dalam memimpin pertandingan, jangan pernah ada sedikit pun dalam hati mau berpihak kepada suatu kesebelasan. Sebab, secara tidak sadar bisa terjadi. Dalam kasus itu, mestinya dia mau menguntungkan PSM, ternyata justru pelanggaran terjadi merugikan PSM.
Itulah termasuk aspek individual yang kadang-kadang muncul pada diri seorang wasit. Sebab, pertandingan sepak bola adalah pertarungan dua pihak untuk memperebutkan kemenangan. Wasit berada di tengah-tengah untuk menegakkan aturan. Tidak (sering) jarang terjadi, pihak yang kalah menuding wasit kurang becus. Tudingan seperti itu mungkin juga ada yang benar. Tetapi, tidak berarti bahwa setiap kali ada pihak yang kalah, penyebabnya selalu wasit jadi sasaran tumpahan kesalahan. Karena tidak becusnya sang wasit.
Ahmad Karim masih ingat satu peristiwa yang terkait dengan rasa tidak puas penonton dan penggemar suatu kesebelasan terhadap kepemimpinan seorang wasit, meskipun mungkin dia sudah memimpin jalannya pertandingan dengan baik. Suatu ketika kesebelasan Pasuruan bertandang ke Maros. Salah seorang pemainnya adalah Risdianto yang juga pernah memperkuat kesebelasan nasional. Waktu itu pertandingan antarwilayah, Pasuruan akan melawan Persim Maros.
‘’Ku balukangngi jambatannga puna nu beta’’ (Saya jual itu jembatan kalau timku (Persim) kalah,’’ kata orang-orang Maros.
Kebetulan yang memimpin pertandingan ketika itu adalah Van Loy, seorang wasit berkebangsaan Belanda. Kalau tidak salah pertandingan tersebut berlangsung antara tahun 1966 atau1967.
Maros kalah akibat serangan balik Pasuruan. Tiba-tiba ada seorang pemain Pasuruan melaju sendiri. Itu dianggap offside (oleh penonton), padahal memang belum karena masih di daerah lapangannya. Persim kebobolan 0-1.
Eeee.. gawat.. Itu jembatan Maros (yang lama) ditutup oleh rakyat. Orang tidak bisa pulang. Tim Pasuruan terkurung di sebelah jembatan. Nanti pukul 22.00 baru dilepas, setelah panser dari Makassar segera campur tangan. Itu gara-gara Van Loy.