Oleh: Syafruddin Muhtamar, Dosen Universitas Muslim Indonesia
NusantaraInsight, Makassar — Menghadiri “Maudu Lompoa” yang digelar Universitas Muslim Indonesia beberapa hari lalu, ada yang uniq terasa, ketika kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW, dilantunkan dalam syair indah yang diterjemahkan dalam dua bahasa, Bugis dan Makassar. Khas maulidan tradisi lokal.
Hampir genap 13 Abad, Kelahiran manusia agung Muhammad SAW, dirayakan kaum Muslim. Dalam bentang waktu panjang itu, tetap ada goresan sejarah kontroversial, mewarnai praktik perayaan atas kelahiran manusia paling dekat denganNya ini.
Tetapi seperti cericit manyar dipagi hari, perayaan kelahiran manusia mulia ini, tiada henti mengalun setiap sekali waktu dalam 12 kali putaran purnama. Perayaan cinta pada pribadi paripurna oleh ragam jenis kebudayaan muslim diseluruh penjuru bumi.
Tahun ini, 1463 H, bulan Rabiul Awwal, dalam maklum sejarah, tanggal 12 adalah waktu manusia pemimpin para Nabi ini, dilepaskan dari dekap rahim ibundanya, lahir ke dunia dalam keadaan bersujud, menghamba pada Rabnya. Peristiwa itu, menjadi abadi dalam penyambutan kelahiran dalam kesemarakan perayaan, dari Timur hingga ke Barat hamparan Bumi.
Perayaan yang dimulai sejak dinasti Fatimiyah, atau sejak masa pemerintahan Salahuddin al Ayyubi, atau sejak tahun kedua Hijriah oleh Khaizuran atau Jurasyiyah binti ‘Atha, istri dari Khalifah al Mahdi bin Mansur al Abbas, yang memerintahkan maulid di mesjid Nabawi di Madinah, kemudian di Makkah.
Ragam pendapat sejarah ini, menegaskan bahwa tradisi maulid sudah ada sejak wafatnya sang Hamba, yang satu-satunya dari mahlukNya diberi kesempatan dalam perjumpaan surgawi dalam mi’raj menuju Sang Khalik. Yang, waktu kelahirannya ini menjadi momen merayakan Cahaya yang dibawanya serta.
Sebuah perayaan dengan pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW. Manuskrip paling tua mengenai kelahiran beliau adalah Barzanji, karya dari Syekh Ja’Far al Barzanji Husin bin Abdul Karim, sangat akrab dengan masyrakat muslim di jazira nusantara. Beberapa yang lain, seperti kitab Maulid ad-Diba’i, karangan Imam Abdurrahman ad-Diba’i. Kitab Maulid Simthud Durar, karya Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin al-Habsyi. Kitab Maulid adh-Dhiya’ul Lami’, buah tangan Habib Umar bin Salim.
Kitab-kitab maulid tersebut berisi sejarah kelahiran, perjalanan hidup dari masa remaja, masa kenabian hingga kemangkatan Nabi mulia Muhammad SAW. Perkisahan itu ditulis dengan kalimat-kalimat indah, kadang dalam kelindan narasi prosa liris, dan/atau dalam lekuk-lekuk diksi puistis.