Ismail pun, meskipun masih remaja, tidak melawan. Ia justru berkata:
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
(QS. As-Saffat: 102)
Ketaatan dua insan ini adalah pelajaran besar bahwa cinta kepada Allah harus berada di atas cinta kepada segala sesuatu, termasuk kepada anak, harta, bahkan diri sendiri. Maka, menyembelih kurban bukan hanya menyembelih kambing atau sapi, tapi menyembelih ego, keterikatan duniawi, dan hawa nafsu yang menghalangi ketundukan kepada Allah.
Kurban dan Perjuangan Menjadi Insan Rabbani
Ibadah kurban menuntut kita merenung: apakah kita selama ini masih membiarkan diri kita dikendalikan oleh amarah, keserakahan, dan nafsu duniawi? Apakah kita sudah siap menyembelih “hewan-hewan” yang tinggal dalam batin kita?
Berikut adalah beberapa sifat hewani yang perlu kita sembelih:
Pertama, Keserakahan (Greed). Keserakahan adalah ciri khas sifat hewani yang selalu merasa kurang. Manusia yang serakah tak pernah puas dengan rezeki yang ada. Ia terus mengejar dunia tanpa peduli halal atau haram, bahkan merugikan orang lain. Kurban mengajarkan kita memberi, bukan menimbun.
Kedua, Amarah Tak Terkendali. Hewan buas menyerang tanpa logika, begitu juga manusia yang dikuasai amarah. Ia bisa menyakiti orang lain, bahkan keluarga sendiri. Kurban melatih kita untuk tenang, sabar, dan penuh kasih sebagaimana Ibrahim dan Ismail.
Ketiga, Egoisme dan Kesombongan. Iblis dilaknat karena kesombongannya. Sombong adalah sifat hewani yang menganggap diri lebih tinggi dari yang lain. Kurban menuntut kerendahan hati: menyerahkan hewan terbaik, bukan memamerkan.
Keempat, Syahwat Berlebihan. Manusia yang dikuasai syahwat tidak mampu mengontrol diri. Ia menjadikan nafsu sebagai Tuhan. Kurban melatih pengendalian diri, menjadikan ruh lebih dominan daripada jasad.
Kelima, Kemalasan dan Ketergantungan. Hewan hanya mengikuti insting, tidak memiliki cita-cita. Manusia yang pasif dan tidak berjuang melawan nafsu hanyalah budak kenyamanan. Kurban mengajarkan perjuangan dan pengorbanan.
Kurban dalam Konteks Sosial
Selain dimensi spiritual, kurban juga memiliki dimensi sosial yang sangat penting. Hewan kurban yang dibagikan menjadi sarana berbagi rezeki dan memperkuat solidaritas sosial, terutama kepada mereka yang jarang atau bahkan tidak pernah makan daging. Kurban bukan hanya tentang ibadah individu, tetapi juga tentang menciptakan keadilan sosial dan kepedulian kepada sesama.
Namun, jangan sampai ibadah kurban berhenti hanya pada aspek sosial semata. Kita tidak ingin hanya berbagi daging, tetapi melupakan bahwa di balik itu ada misi suci, yaitu membangun jiwa yang bersih, hati yang lapang, dan peradaban yang berlandaskan pada tauhid dan akhlak.