UMMI GURUKU

Ummi
Ummi Guruku (ilustrasi)

Memasuki awal tahun 1979, Ariel menamatkan sekolah di STM pada jurusan Mesin Produksi. Ia berencana melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, di Fakultas Kejuruan Teknik IKIP Ujungpandang sebagaimana saran umminya. Alasannya sangat sederhana, kata Ummi Te’ne kepada Ariel saat menyampaikan niatnya untuk melanjutkan kuliah.
Ummi Te’ne: “Ooh anakku, punna la akkuliako anjoreng mako ri IKI’ ” ( Ooh anakku, jika kamu endak berkuliah di IKIP saja) kata Ummi Te’ne dengan dialek lokalnya.

Ariel penasaran pada saran umminya, “Ummi, angngapai na ri IKIP..? La anjari guru jaki antu punna kamma anjo Ummi” (Ummi kenapa harus di IKIP..? Kalau begitu nantinya cuma jadi guru saja ummi!).

Ummi Te’ne: “Ooee anakku, anjo nikanaya guru nak..! Lompoi pangngainna na akmatumatu kacaradekanna, punna nupaentengi katonjenagannu angngajara, labbiriki antu tallasanu” (Ooee anakku, yang dimaksud guru itu nak..! Amat besar kecintaannya dan bermanfaat ilmunya, jika kamu tegakkan kebenaran atas dirimu dalam mengajar, akan mulialah kehidupanmu).

Ariel: “Mingka ummi..! (Tapi ummi..!) Perkataan Ariel terpotong di timpali suara umminya.

BACA JUGA:  Bincang Buku Misteri Jalan Setapak dan Menanjak, Fiam: Menulis itu Misteri

Ummi Te’ne: “Pilangngeri..! Taggalaki nikanaya pappasang, padongkoki ri ati maccinong, na nupaempo ri kuntu tojeng akkala pikkirannu. Lonna erokko salama lino akheraknu” (Dengarkan..! Genggam erat yang dikatakan nasehat, letakkan dalam kemurnian hatimu dan dudukkan pada kebenaran akal pikiranmu. Jika engkau mengharap keselamatan dunia akhiratmu).

Malam semakin larut, mata Ariel tak mampu terpejam walaupun sedari tadi ia diatas pembaringan. Suara umminya terus saja mengiang di telinganya, begitu besar harapan umminya untuk menjadikan Ariel sebagai guru. Padahal di impian Ariel sangat bercita-cita jadi pengusaha konstruksi.

Tak terasa tahun demi tahun terlewatkan setelah berbagai rintangan dan cobaan silih berganti yang dialaminya dalam menapaki perjalanan kehidupan dunia kampus. Awalnya memang sangat sulit dirasakannya, bagaimana Ariel menyeimbangkan kondisi keuangan yang kadang terkendala akibat ekonomi keluarga umminya yang terbatas. Namun jiwa dan nyalinya perjuangan hidupnya yang begitu besar serta didukung oleh kemampuan skill untuk berusaha, seiring dengan tekadnya itu untuk mengatasi semua masalah keuangan Ariel disamping mendapatkan bea siswa berprestasi, ia juga mencoba jual beli motor bekas, walaupun hanya sekedar bagaikan makelar saja, beli, pakai dan jual demi menanggulangi kondisi ekonominya selama kuliah.

BACA JUGA:  Merayakan Keganjilan

Alhamdulillah tanpa terasa tiba juga hari yang dinanti. Hari Wisuda Sarjana IKIP Ujungpandang, dilaksanakan pada tanggal 5 Pebruari 1986 Ariel pun menyandang titel kesarjanaannya doktorandus. Betapa bahagianya perasaan Ummi Te’ne ketika itu, rasa haru yang tak terhingga telah meneteskan air matanya sembari memeluk anaknya, Ariel…