Rupa Perempuan Dalam Revolusi Esok Pagi

Walau terlihat ada 4 lukisan tapi, kata Armin, lukisan-lukisan itu punya satu rangkaian cerita. Judulnya, “Ada Dusta di Antara Kita”.

Lukisan seri ini menampilkan perempuan dalam ekspresi berbeda, saat dan setelah menerima kado. Begitu menerima kado, dia tampak senang dan gembira. Namun setelah kadonya dibuka dan dilihat isinya, ternyata tidak selalu sesuai harapan. Bahkan mungkin mengecewakan.

Ketua Panitia Pameran REP #6, Muh Fadly Saleh mengatakan, ada 51 perupa sebagai partisipan, yang menampilkan 63 karya, di mana 23 di antaranya berasal dari luar Makassar, seperti dari Yogyakarta, Kutai Kertanegara, Bangka Belitung, dan Polewali Mandar. Ada pula dari Bone, Enrekang, dan Takalar.

Prof Abd Azis Ahmad, Firman Djamil, AH Rimba, Jenry Pasassan, Lopmor, Prasetyo G, Daeng Malik, Makmun Amoeng, Muhammad Suyudi dan Zamkamil, merupakan deretan nama yang karyanya ikut dipajang. Zamkamil, juga bertindak sebagai kurator REP #6 ini.

Dalam REP yang sudah memasuki tahun ke-6 ini, dari segi jumlah partisipan perupa perempuan, terbilang lumayan dan membanggakan, yakni ada 8 orang.

BACA JUGA:  Mozaik Jurnalistik dalam Bingkai Tradisi

Mereka adalah Jusbaeni asal Gowa, dengan dua karya cat airnya, masing-masing “Survival – Lakkang” dan “Hidden Face – Lab Kayu”.

Ada pula Dwi Wahyuni Hamka asal Makassar. Perempuan yang akrab disapa Uni ini menampilkan karya berjudul “Narasi Ilusi” dan “Fatamorgana Urban”. Dua karya yang hendak mengatakan bahwa pembangunanisme dengan mal nan megah, serta tambang yang mengeruk bumi, hanya ilusi bagi rakyat.

Masih ada lagi, Ika Tasarane, asal Makassar, yang menggunakan medium digital lewat karya “Ika, Berenang Melewati Waktu”.

Juga ada Zarinka Soiko, seniman kelahiran Ukraina, yang kini berdomisili di Bonehau, Sulawesi Barat, menampilkan karya berjudul “Seeing Without Seeing”. Dalam lukisannya acrylic/spray paint di atas kanvas itu, dia menampilkan wajah perempuan tapi tidak penuh.

Dalam deskripsi karyanya, Zarinka menggambarkan wajah perempuan yang ditutupi tekstur dan dikelilingi mata-mata liar, merupakan metafora era post-truth.

Perempuan lainnya, Siti Chadijah Reski S, atau Khiki, memotret aktivitas pedagang jagung rebus di Takalar, dalam karya yang diberi judul “Jagung Rebus & Jalan Panjang”.

BACA JUGA:  Penyair Malaysia dan Singapura Ikut Baca Puisi Peluncuran Buku Antologi Puisi 'Ibu, Aku Anakmu'

Masih ada lagi Siti Asmaulul Izmi, dengan karya cat air yang menghadirkan sengkarut kabel listrik, dan Faidhul Inayah yang menampilkan panorama alam.

Jusbaeni, Ika, Uni, Chadijah, dan Khiki merupakan seniman perempuan yang tergabung dalam Indonesia’s Sketchers (IS) Makassar.

Ekspresi ideologis dan suara gerakan perempuan paling tampak pada karya Desyynr, perupa asal Makassar, yang aktif di “Ba.i.ne”.