Kisah Gus Dur di Kairo Potongan Koran pun Jadi Pemuas Dahaga Membaca

Buku Gus Dur
Buku Gus Dur

Ia bisa membaca dengan cepat. Bahkan ketika masih belajar di Pesantren di Jawa, dia masih bisa menyisihkan waktunya membaca. Di Kairo dengan kebebasan yang direnggutnya dan jadwalnya yang tidak padat hasil dari caranya yang nakal dalam menghadapi kelas-kelas yang seharusnya dia ikuti, Gus Dur bisa melahap sejumlah buku yang diinginkannya.

Di Kairo, ia membaca hampir seluruh karya William Faulkner, seorang penulis Amerika Serikat dari Mississippi yang pernah memenangkan Hadiah Nobel Sastra pada tahun 1949. Mungkin juga Gus Dur tertarik keeksotisan peraih Nobel kelahiran 25 September 1897 dan berpulang 6 Juli 1962 itu.

Gus Dur juga membaca karya Ernest Hemingway, penulis cerita pendek dan wartawan yang terkenal dengan gaya penulisannya yang minimalisme.

Ketika masih di Jawa, Gus Dur mengembangkan cintanya pada puisi Arab, meskipun ia lebih suka sastra Eropa, terutama prosa. Ia juga membaca prosa dan puisi Edgar Allan Poe. Penyair, penulis, cerpenis, penyunting, dan kritikus sastra ini disukai Gus Dur mungkin karena puisi dan cerita pendeknya, terutama kisah-kisah misteri ‘macabre’ (mengerikan)-nya. Poe juga dianggap sebagai perintis fiksi detektif Amerika.

BACA JUGA:  Tallo Merupakan Spot Peradaban di Sulawesi Selatan

Gus Dur malah menghapal sebagian terbesar puisi karya Donne berjudul “No Man is An Island”. Ia juga membaca karya-karya Andre Gide dan Kafka, dan juga karya Tolstoy yang sebelumnya tidak bisa diperolehnya. Juga karya-karya Pushkin serta novelis-novelis Eropa lainnya yang mulai dibacanya ketika masih di Jawa. Ia juga memboyong buku-bukunya dari Indonesia ke Kairo. Di antaranya karya Karl Marx dan Lenin yang dibacanya ulang dan kemudian didiskusikan dengan sesama mahasiswa kaum cendekiawan di kedai-kedai kopi di Kairo, kota yang sibuk dengan kehidupan sastra, pencarian pengetahuan dan ide-ide baru.

Meskipun Gus Dur tidak belajar di perguruan tinggi Eropa sebagaimana yang juga diinginkannya, tetapi selama di Kairo ia berkenalan dengan pemikiran Eropa. Ia mampu bertukar pikiran dalam lingkup yang mungkin tidak dapat dilakukannya di Indonesia.

Gus Dur termasuk seorang yang maniak sepakbola. Tidak hanya bermain bola, tetapi dia juga terus mempelajari, menganalisis, dan membedah permainan serta kekuatan dan kelemahan tim-tim sepakbola dan strategi mereka. Ia merupakan penggemar sepakbola yang benar-benar tertarik pada strategi permainan olahraga paling digemari manusia sejagat itu. Di Mesir yang rakyatnya gila sepakbola, dia bisa memuaskan kegemarannya menonton dan mengikuti pertandingan sepakbola.

BACA JUGA:  Jadwal Liga 1: Hari Ini, Persebaya dan PSM Makassar Bertanding

Gus Dur mengakui, bisa mengikuti pertandingan-pertandingan liga Eropa dan pertandingan-pertandingan regional lainnya lewat liputan surat kabar dan radio. Maka, beberapa tahun silam, saat pertandingan sepakbola dunia, Gus Dur pernah menjadi kolomnis khusus Harian ‘Kompas’ khusus analisis pertandingan-pertandingan kelas dunia itu. (M.Dahlan Abubakar).

br
br