Prof.Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S.,M.Hum: La Galigo Medan Tafsir & Ruang Perjuangan Budaya

NusantaraInsight, Makassar — Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas Prof.Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S.,M.Hum mengemukakan, la Galigo bukanlah sekadar naskah kuno yang beku dan terpaku pada masa lampau, melainkan merupakan medan tafsir dan ruang perjuangan bangsa.

“Ia hidup sebagai mitos yang lentur mampu merespons perubahan zaman, menjadi alat resistensi serta membangun dialog lintas generasi. Hal ini menunjukkan bahwa mitos dapat terus dihidupkan melalui sinergi kebudayaan yang reflektif, kritis, dan kontekstual,” ujar Prof.Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S., M.Hum pada pidato Pengukuhan dan Penerimaan sebagai Anggota Dewan Profesor dalam Bidang Ilmu Kajian Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, di Ruang Senat Unhas Kampus Tamalanrea, Selasa (17/6/2025).

Pada saat bersamaan juga menyampaikan pidato serupa dari FIB Unhas, Prof.Dr.Mardi Adi Armin, M.Hum (Bidang Ilmu Filsafat Bahasa), dan Prof.Dr.Munira Hasjim, S.S., M.Hum (Bidang Ilmu Sosiolinguistik) serta Prof.Dr.Ansar Arifin, M.S. (Bidang Ilmu Antropologi Maritim Departemen Antropologi FISIP Unhas).

Dalam orasi yang berlangsung pada Rapat Paripurna Senat Akademik Unhas yang dipimpin Prof.Dr.Bahruddin Thalib, drg., Sp.Pros (K) dan dihadiri Ketua dan para Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas, Rektor Unhas Prof.Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Ketua Dewan Profesor Prof. Dr. Andi Pangeran Moenta, S.H., DFM, para anggota Senat Akademik Unhas, Pimpinan, tenaga pendidikan, dan mahasiswa FIB dan FISIP Unhas itu, Andi Muhammad Akhmar menyampaikan orasi bertajuk “Indigeneitas, Estetika Global, dan Fiksi Pascamodern: Membaga La Galigo dalam Kerangka Kajian Sastra dan Budaya”.

BACA JUGA:  Prof.Ir. Muhammad Iqbal Djawad, M.Sc.,Ph.D: Bioenergetika Dasar Ilmiah yang Kuat Atasi Tantangan Akuakultur

Andi Muhammad Akhmar yang lahir di Bone 16 Maret 1969 itu mengatakan, berkaitan dengan pandangan kontemporer terdapat tiga tapak jejak yang tampaknya berbeda berkaitan dengan La Galigo, namun sesungguhnya saling menyapa. Tapak pertama, pembacaan La Galigo dari perspektif indinegeitas (keadaan atau kualitas menjadi penduduk asli) sebagaimana yang dihadapi oleh masyarakat adat To-Cerekang di Kabupaten Luwu Timur dalam upaya mereka melindungi hutan adat.

Tapak kedua, pembacaan La Galigo melalui panggung visual lintas budaya yang diwujudkan dalam estetika teatrikal global oleh suradara Robert Wilson. Tapak ketiga, pembacaan pascamodern melalui cerita pendek “Sawerigading Datang dari Laut” karya Faisal Oddang yang menyajikan dekonstruksi mitos Sawerigading dalam bentuk narasi yang fragmentaris dan kontemplatif.

“Dengan menelaah ketiga bentuk pembacaan La Galigo tersebut kita dapat melihat bagaimana bidang ilmu Kajian Sastra dan Budaya memberi ruang bagi reinterpretasi teks klasik melalui berbagai perspektif dan pendekatan yang relevan dengan konteks kekinian,” ujar Direktur Hubungan Alumni Unhas (2022-2025) tersebut.