Relawan Penggerak “Jakarta Baru yang menyosialisasikan pilkada tanpa keterlibatan uang” tahun 2012 itu mengatakan, untuk melaksanakan reimajinasi Indonesia harus ada kerja sama interdisiplin dalam masalah ini. Masalah ini adalah sesuatu yang tumbuh. Sayang, Indonesia dalam dunia internasional belum kelihatan. Hal ini disebabkan, kita melihat laut belum menjadi topik analisis. Padahal, laut adalah titik kesalinghubungannya karena ada relasinya dengan mencari akar sejarahnya.
Menurut Hilmar Farid, sejarahnya macam-macam yang sudah hilang. Salah satu tujuan dasarnya adalah dengan membaca ulang sejarah ‘archipelagos’ (negara kepulauan) yang menempatkan laut sebagai penghubung dan itu belum banyak dilakukan.
Hilmar Farid juga menekankan pentingnya kita memberi perhatian pada kearifan lokal. Dia mencontohkan, kearifan lokal berperan penting dalam industri farmasi di Indonesia yang berkembang 80% bersumber pada kearifan lokal. Kita memiliki banyak ilmu pengetahuan yang belum dikelola.
Dia juga menyinggung hadirnya Undang-Undang Desa dalam praktiknya akan mengubah yang ada di desa menjadi seragam di seluruh Indonesia. Itu efektif, tetapi dalam menggali potensi yang ada dan perlu direimajinasi.
“Makassar adalah hub (perangkat jaringan yang berfungsi menghubungkan) pada masa lalu menghubungkan Australia, Pasifik, dan Tiongkok. Karaeng Pattingaloang (yang menguasai banyak bahasa) lahir dari interaksi dengan para pendatang asing tersebut pada saat Makassar menjadi ‘hub’ dan sebagai kota yang kosmopolitan,” ujar Hilmar Farid.
Kebudayaan ‘archipelagos” berkaitan dengan mobilitas dan migrasi dari sudut ekonomi, sosial, sejarah, dan seterusnya dari waktu ke waktu. Bagaimana orang beradaptasi dalam proses itu.
Hilmar Farid menyebutkan, menyangkut pengelolaan sumber daya laut yang menjadi poros pembicaraan kita, orang-orang yang sebenarnya berperan sangat besar di dalam kebudayaan ini, sekarang narasinya malah tidak jelas. Bahkan kalau kita berbicara ekonomi kreatif, hari ini sangat bias. Yang kita bayangkan itu Korea. Padahal, banyak orang asing iri dengan Indonesia yang memiliki kekayaan yang luar biasa.
“Hanya saja, Korea itu mampu memanfaatkan keterbatasan potensinya menjadi kekuatan. Kita memiliki kelimpahan, namun karena terlalu berlimpah, akhirnya bingung sendiri. Mungkin itu problem yang perlu kita pikir bersama-sama,” ujar Hilmar Farid.
Keragaman biokultural terdapat pada tiga wilayah yang dominan, Amazon, Afrika, dan kita Nusantara. Ini merupakan tiga wilayah dengan keanekaragaman biokultural yang tertinggi di dunia. Di dalam “global index biodiversity” yang dibuat tahun 2005, Indonesia itu nomor satu.
Kawasan Wallace, mencakup Maluku, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, satu region secara geografis. Hewan, tanamannya segala macam itu satu. Inti biodiversifitas ini adanya di daerah Wallace. Seratus dua puluh tahun lalu, laut kita 120m lebih dangkal dari sekarang, sehingga kita bisa jalan kaki dari Kalimantan ke Jawa. Tetapi kita tidak bisa melangkah dari Kalimantan ke Sulawesi karena di wilayah Wallace itu ada satu kantong yang membentuk satu kesatuan yang memang memisahkannya secara geografis.
Basis keanekaragaman biokultural di wilayah ini terdapat flora dan fauna endemik. Ada juga keragaman bahasanya yang juga sangat kuat. Meskipun secara Latin sama, namun pisang saja, dalam bahasa daerah itu berbeda-beda.