_(Diskusi Buku “Sejarah Kerajaan Makassar” oleh Nicolas Garvaise, Terjemahan Prof. Dr. Mardi Adi Armin)_
_”Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.”_ ~ Al-Ghazali
NusantaraInsight, Makassar — Hujan tidak pernah menjadi penghalang bagi peziarah pengetahuan. Maka langkah ini pun tidak gentar diterpa gerimis yang mengguyur kota Makassar – kabupaten Gowa sore itu. Di balik deras langit yang tumpah, tersimpan hasrat untuk hadir dalam ruang kecil namun bermakna sebuah diskusi tentang sejarah, tentang Makassar, tentang siapa kita di masa silam.
Rumah Literasi Pattingalloang di lorong sunyi Manggarupi menjadi tuan rumah tempat berlangsungnya ziarah kata dirangkaikan dengan acara halal bi halal pada hari sabtu, 12 April 2025. Di sana, lembar demi lembar sejarah Makassar dibuka kembali melalui karya *Nicolas Garvaise* seorang penulis asing ia merupakan seorang pendeta Jesuit berkebangsaan Prancis. Buku yang ia tulis dan diterbitkan lebih dari tiga abad silam, _”Description Historique du Royume de Macacar”,_ buku ini kemudian hadir dalam bahasa ibu kita yakni bahasa Indonesia berkat tangan dingin *Prof. Dr. Mardi Adi Armin, M.Hum,* Guru Besar Filsafat Bahasa Universitas Hasanuddin. Buku tersebut pernah masuk lelang dengan banderol € 4,950 kalau di rupiahkan menjadi Rp 75.000.000,-. Dalam katalognya bertema khusus Indonesia, buku ini termasuk yang paling mahal dan termasuk buku antik.
Perjalanan saya menuju Rumah Literasi Pattingalloang bukan sekadar soal arah yang membingungkan atau lorong-lorong yang menyesatkan langkah sebab tidak ada tanda yang terpasang sebagai penanda, melainkan sebuah ujian kesabaran dalam mencari makna dari setiap simpang yang dilewati. Barangkali dalam pencarian itu, saya sedang diajar untuk mengerti bahwa pengetahuan tidak selalu hadir di jalan poros yang lurus dan terang, tapi justru tersembunyi di balik ketidaktahuan dan kesabaran bertanya. Kurang lebih 1 jam saya bulak balik di sekitar Jl. Manggarupi lorong IV hanya untuk mendapatkan lokasi tersebut dan lima kali saya mencoba menghubungi nomor yang tertera di undangan, dan pada akhirnya, dengan petunjuk yang terlambat namun pasti, tiba juga di ruang diskusi, meski hanya sebagai peziarah di penghujung diskusi. Namun dari serpihan-serpihan pemikiran yang tersisa, jiwa saya seperti digugah dan disiram tumbuh dari ketidaksempurnaan hadir, menuju kesempurnaan rasa syukur atas pengetahuan yang menyapa, walau sekejap. Dan paling tidak sudah di doakan oleh malaikat yang ada dilangit sampai pada ikan yang di dalam air, sebagaimana hadits Nabi yakni ; _”orang yang menuntut ilmu akan dimintai ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.”_ ~ Hadits