Masa pengasingan, saya mengambil kesempatan waktu untuk meneliti secara online persoalan yang tengah melanda jamaah visa non kuota, merenungi dan memohon petunjuk Allah karena kami datang bukan semata-mata hanya memenuhi panggilan-Nya, kami datang sebagai tamu Allah, seperti yang sempat saya sampaikan di hadapan teman rombongan haji memberi motivasi, “ Yakinlah saudara-saudaraku, Ibadah Haji adalah panggilan Allah, jika Allah telah memanggil kita taka da satu pun makhluk yang bisa menghalangi.” Bismillah, kami langsung menuju embarkasi, lalu naik pesawat seterusnya melalui beberapa titik-titik kritis yang berpotensi kami dihalangi bahkan bisa dideportasi.”.
Alhamdulillah, kami akhirnya tiba di Mekkah dengan segala rintangan di perjalanan, salah satunya pemeriksaan yang sangat ketat, karena visa kami resmi dan berlaku lalu kami diijinkan melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah, akhirnya kami rombongan Haji Visa Ziarah berhasil melaksanakan ibadah haji samapi semua prosesinya kami dapat laksanakan, tentu semua berkat Ijin Allah.
Masa pengasingan itu, saya jadikan momen sebagaiman Rosul bertahannut di Gua Hiro memohon petunjuk langsung dari Allah. Dan akhirnya saya berhasil menuliskan kisahnya menjadi sebuah buku “Ke Mekkah Naik Unta Kurus” yang diilhami oleh kisah Nabi Ibrahim yang mendapat seruan Allah pada firman Allah SWT dalam Surah Al-Hajj ayat 27, ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk menyeru manusia agar menunaikan haji:
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan dengan menaiki unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”
Demikian pula ada riwayat yang sangat dikenal dari Rasulullah ﷺ tentang jamaah haji yang datang dengan penuh keikhlasan dan kesederhanaan, digambarkan dengan unta yang kurus karena perjalanan jauh: (Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda: “Manusia akan datang ke Baitullah (Ka‘bah) pada hari kiamat — ada yang berkendara, ada yang berjalan kaki, dan ada yang menaiki unta kurus, datang dari setiap lembah yang jauh.”)
— (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Hakim; juga merujuk pada tafsir QS. Al-Hajj [22]: 27)
Pemikiran saya sesungguhnya sangat sederhana. Jika pemerintah, dengan segala keterbatasannya, hanya mampu mengatur jamaah haji melalui sistem antrian panjang—bahkan ada yang harus menunggu antara 11 hingga 45 tahun—sementara di sisi lain jumlah umat Islam yang mampu secara finansial dan semakin lanjut usia terus bertambah, maka seharusnya peluang untuk berhaji secara mandiri justru patut diapresiasi, bukan dicurigai atau dibully seperti yang kami alami pada tahun 2024 lalu.


br






br






