Yogyakarta, Meutia Hatta, dan Cerita Ketinggalan Pesawat

Rusdin Tompo di Yogyakarta
Rusdin Tompo

Pernah saya mengikuti kegiatan di Yogyakarta terkait advokasi PRT/PRTA ini dengan membawa anak saya, San Valentino Mahatma Gandhi, yang belum genap 4 tahun. Berikutnya saya ikut kegiatan dengan Nurlan, teman dari Yayasan Peduli Indonesia (YASPINDO).

Dari Makassar ke Yogyakarta, kami transit di Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Karena penerbangan lanjutan ke Yogyakarta delay beberapa jam, kami putuskan untuk makan siang di bandara. Sore menjelang Magrib, pesawat delay lagi. Saya dan Nurlan kembali makan sop buntut di tempat yang sama.

Setelah makan malam itu, kami ke ruang tunggu untuk mendengar informasi keberangkatan ke Yogyakarta. Terasa ada yang aneh, karena tak lagi melihat penumpang, yang satu pesawat dengan kami. Saya lalu menuju ke petugas bagian transit, menanyakan penerbangan ke Yogyakarta. Astagfirullah, ternyata pesawat kami sudah berangkat. Kasus ketinggalan pesawat, hari itu bukan hanya terjadi pada kami, juga dialami penumpang rute lainnya.

Nurlan terlihat kecewa. Dia mengajak saya membeli tiket untuk pulang ke Makassar. Namun, kalau pulang, biaya tiket kami tidak bisa di-reimburse oleh panitia. Lagi pula, tas saya ada dibagasi pesawat. Artinya, sudah terbawa ke Yogyakarta.

BACA JUGA:  Masuk Lewat Jendela, Nyalakan Pemancar Pukul 04.00 Dini Hari

Beruntung ada yang menginformasikan kepada kami dengan sangat detail pilihan transportasi dari Surabaya ke Yogyakarta. Katanya, bisa gunakan kereta api atau bus. Bermodal informasi yang diberikan orang tersebut, kami lalu ke Terminal Bungurasih, Sidoarjo, untuk naik bus, malam itu juga.

Setelah menempuh perjalanan sejauh 327 km, akhirnya kami tiba subuh di Yogyakarta. Saya dan Nurlan lalu mencari taksi, melanjutkan perjalanan ke rumah ipar saya di Jalan Sidoluhur, Pujokusuman. Sekira pukul 8 baru saya ke Bandara Internasional Adisucipto untuk mengambil tas saya di bagian lost and found. Setelah pulang dari bandara, baru saya ceritakan pengalaman ketinggalan pesawat kepada ipar saya. Katanya, pantas dia heran, naik pesawat jam berapa tibanya subuh di Yogyakarta hehehe.

Berkaitan dengan kegiatan advokasi PRT/PRT, ada beberapa kali saya ikuti. Salah satu yang tak terlupakan, saat mengikuti Konferensi Nasional Penghentian Traficking dan Kerja Paksa Terhadap PRT dan PRTA di Jakarta, bulan Agustus 2007. Kegiatan ini merupakan kerjasama Rumpun Tjoet Njak Dien, Rumpun Gema Perempuan, JARAK (Jaringan Advokasi Pekerja Anak) dan Uni Eropa.

BACA JUGA:  Dari Ramadhan Menemukan Cinta

Setelah kegiatan, kami audiensi dengan Bu Meutia Hatta, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009). Anak saya, Mahatma Gandhi, juga saya ajak ke kantor menteri di Jalan Merdeka Barat. Melihat ada anak kecil di kantornya, Bu Meutia Hatta dengan suara lembut bertanya, “Anak siapa ini?” Seorang teman menunjuk ke arah saya, lalu menjawab, “Dia diajak bapaknya. Malah ikut juga saat di Jogja.”