Memang daerah ini sangat asri dan terjaga karena daerah ini masuk kawasan konservasi yang pada bagiannya merupakan penyebaran hewan-hewan endemik Sulawesi Selatan, salah satu di antaranya adalah anoa, macaca maura, dan kuskus.
Masyarakat di sini sebagian besar hidup dari pencari madu hutan, pembuat gula merah, dan pertanian sawah dan juga pencari getah pinus.
Bayangkan saja, untuk menuju ke desa ini, kita harus menempuh 25 Km dari pusat kecamatan di Pucak Tompobulu dan 41 Km dari Kota Maros. Dan satu-satunya sekolah tempat Wati bersekolah hanya di Sekolah Kolong di Dusun Bara.
Sekolah kolong ini dirintis oleh Dg Joha dan Suryadi sejak 2018, namun baru pada tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Maros memberikan pengakuan sebagai kelas jauh dari SD Inpres 238 Bonto Parang. Kini sekolah jauh tersebut memiliki tiga guru tetap yang tinggal di dusun Bara.
Sekolah Kolong memakai kolong rumah milik warga Dusun Bara bernama ibu Saba. Sekolah ini merupakan sekolah kelas jauh dari SDN inpres 238 Bonto Parang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros.

Sekolah ini tak memiliki sekat, jadi kelas 1 hingga kelas 6 SD digabung menjadi satu kelas saja.
Sekilas Dusun Bara, Kampung Adat di Atas Gunung

Bara, adalah kampung pegunungan yang dikenal dengan Dusun Bara. Dusun yang kelompok masyarakatnya berada di Desa Bonto Somba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dengan RT berjumlah tiga.
Kisah sejarah kampung tersebut cukup menarik, karena dikisahkan oleh para tokoh adat saat berkesempatan berdiskusi di rumah adat Bugis, bahwa Bara adalah tanah yang diberikan oleh Kerajaan Gowa dengan syarat luas wilayahnya seluas kulit kerbau yang dipotong tipis.
Hasil potongan tersebut dibentangkan sambung menyambung menjadi bentuk bulat. Saat kedua ujungnya bertemu masa seluas itulah wilayah dusun tersebut dikisahkan pula bahwa dalam bahasa bugis Bara memiliki makna yaitu pagar dari kulit kerbau.
Dusun Bara merupakan masyarakat yang memiliki pemangku adat dengan komposisi garis keturunan dan tak akan terputus, mereka memiliki peran penting dalam upacara-upacara bersawah.
Mulai dari musim tanam hingga musim pesta panen. Peran dan upacara tersebut dari nenek moyang mereka hingga sekarang masih tetap dilaksanakan. Pemangku Adat tersebut terdiri dari penyebutan sebagai berikut, Tao tua, Pinakki, Karaing, dan Mangalarrang.