Oleh Aslam Katutu
NusantaraInsight, Makassar — Launching Urban Farming Bukit Baruga, Senin 15 September 2025 yang telah digaungkan oleh Walikota Makassar dan Fadly Padi sebagai Ahli Urban Farming di Masjid Bin Baz, bukanlah suatu langkah awal atau akhir sebuah gerakan kesadaran. Tapi menyegarkan kembali sekaligus memantik api semangat di antara tumpukan daun kering agar kembali menyala di kota Makassar ini.
Setidaknya warga masyarakat tertular semangat berkebun di tengah kota, yang telah dilakukan oleh Pak Arief Widiarto, dua tahun lalu di halaman terbatas Masjid Bin Baz Bukit Baruga yang menarik perhatian Walikota Makassar menjadi Pilot Proyek Urban Farming di Makassar.
Gerakan Kesadaran, bukanlah menunggu campur tangan atau uluran tangan pihak lain untuk memulai menanam atau beternak di halaman-halaman rumah kita. Mulai hal kecil, mulai dari diri sendiri, mulai saat ini, prinsip ini berlaku untuk memulai gerakan kesadaran ini.
Inisiator gerakan Urban Farming cukup memantik, memprovokasi, memotivasi setiap orang mau melakukan secara mandiri dan semuanya itu hasilnya untuk diri sendiri.
Bukan menunggu bantuan dari pemerintah, kita bisa mulai dengan membibitkan biji-biji cabe bekas dapur menjadi tanaman cabe yang tumbuh dan berbuah. Bisa mulai dengan beberapa ekor ayam petelur di kandang mini, yang bisa memenuhi kebutuhan telur rumah tangga. Atau mengumpulkan sampah dapur kemudian membuat eco-enzim yang bermanfaat buat pupuk tanaman.
Kota-kota besar seperti Makassar menghadapi beragam masalah yang semakin kompleks: lahan hijau yang menyusut, polusi udara yang meningkat, hingga krisis pangan yang sewaktu-waktu bisa mengancam. Salah satu jawaban dari keresahan ini muncul dalam bentuk gerakan urban farming, yaitu praktik bercocok tanam di kawasan perkotaan, baik dalam skala kecil di pekarangan rumah, balkon apartemen, atap gedung, maupun dalam skala komunitas.
Lebih dari sekadar aktivitas bercocok tanam, urban farming kini dipandang sebagai sebuah gerakan kesadaran—kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, kesehatan, kemandirian, serta kepedulian terhadap lingkungan.
Urban farming bukanlah fenomena baru. Pada masa perang dunia, misalnya, warga kota di Amerika dan Eropa menggalakkan victory garden untuk memenuhi kebutuhan pangan ketika pasokan terganggu. Namun dalam konteks modern, kebangkitan urban farming lebih dipicu oleh dua hal: pertama, semakin terbatasnya lahan subur akibat ekspansi perkotaan; kedua, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu kesehatan dan keberlanjutan.














