UKT Melangit, Mahasiswa Menjerit

Cia Ummu Shalihah penulis UKT Melangit, Mahasiswa Menjerit
Cia Ummu Shalihah

Oleh: Cia Ummu Shalihah (IRT dan Pemerhati Sosial)

NusantaraInsight, Makassar — Dunia pendidikan saat ini sedang ramai dibicarakan terkait kebijakan kenaikan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Janji Mendikbudristek, Nadiem Makarim, yang bakal menghentikan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) disebut hanya ‘omong kosong’ selama Pemendikbudristek nomor 2 tahun 2024 tidak dicabut, kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. Kenaikan UKT sudah terasa dampaknya. Sejumlah calon mahasiswa baru (camaba) di beberapa universitas negeri mengundurkan diri seperti yang terjadi pada Naffa Zahra Muthmainnah di Sumatra Utara.

Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia, Prof. Ganefri, mengaku menyayangkan. Karenanya dalam waktu dekat seluruh pimpinan perguruan tinggi akan bertemu dengan pejabat Kemendikbudristek untuk membicarakan kenaikan UKT.

Adapun Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Abdul Haris, berkata soal mahasiswa baru yang merasa keberatan dengan penempatan UKT maka perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi negeri badan hukum harus mewadahi peninjauan ulang kelompok UKT bagi mahasiswa yang mengajukan. Ahad (kompas.com.26/5/2024)

BACA JUGA:  Wati, Potret Semangat Meraih Langit

Dimana Peran Negara?

Banyak dari kalangan mahasiswa dan orang tua meminta untuk mengkaji ulang kenaikan pembayaran UKT, apabila kebijakan kenaikan UKT diberlakukan maka akan banyak generasi yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, dikarenakan terkendala biaya. Bagaimana nasib generasi apabila tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi? Sedangkan ditangan merekalah nasib bangsa akan ditentukan.

Inilah akal-akalan kapitalisme menjadikan pendidikan komoditas bisnis. Akhirnya yang tidak mampu membayar harus siap memiliki kemampuan apa adanya untuk mencari uang. Sekarang, kalau lulusan SMA atau SMK kira-kira kalau kerja mau jadi apa? Paling jadi buruh, kalau pun ingin membangun usaha butuh modal besar. Lalu di mana tanggung jawab negara yang katanya ingin mencerdaskan kehidupan bangsa? Justru karena kebijakan yang berideologi kapitalisme menjadikan negara melakukan pembodohan secara struktural dan sistematis.

Lengkaplah sudah beban hidup yang dirasakan oleh rakyat mulai dari mahalnya harga bahan pokok sampai mahalnya biaya pendidikan semuanya dikapitalisasi oleh negara. Yang seharusnya ini menjadi tanggung jawab negara justru dibebankan kepada rakyatnya. Seolah-olah pemerintah ingin menyampaikan bahwa orang yang tidak mampu membayar UKT dilarang kuliah.