Tantangan di Balik Usaha Reklame, dan Jalan AP Pettarani Makassar

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — Kalau kita bicara reklame di Makassar, ada dua jalan yang lekat dengan lokasi pembuatannya, yakni Jalan Sungai Pareman di Kelurahan Lariangbangi, Kecamatan Makassar, dan Jalan Sungai Saddang Baru di Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini.

Meski ada pula pembuatan reklame di jalan-jalan lain, namun sentra pembuatan reklame berada di kedua jalan itu. Khusus di Jalan Sungai Saddang Baru, menjadi pusat pembuatan reklame dan digital printing dalam skala besar.

“Sebelum era digital printing, pembuatan reklame dahulu masih manual. Masih menggunakan spoit dico. Jadi kita menggunakan seniman lukis. Sekarang yang bekerja serba komputer, dilakukan oleh desain grafis,” jelas AB Iwan Azis, soal perkembangan usaha reklame di Makassar.

Iwan Azis merupakan Ketua ASPRI (Asosiasi Pengusaha Reklame Indonesia). Beliau banyak mengungkap seluk beluk usaha reklame di Makassar, organisasi yang menaungi para pengusaha reklame, serta kisah di balik titik-titik reklame di Jalan Andi Pangerang Pettarani —biasa disingkat Jln AP Pettarani.

BACA JUGA:  Refleksi Akhir Tahun 2024: Kolaborasi Hebat untuk Indonesia dan Dunia

Katanya, mungkin tidak banyak orang yang tahu, bagaimana peran pengusaha reklame saat pembangunan Jalan AP Petta Rani. Jalan ini merupakan jalan nasional, dengan panjang 4,3 kilometer. Mulai dari Kilometer 4 (Jalan Jenderal Urip Sumoharjo-Tol Reformasi) di utara hingga Jalan Sultan Alauddin di bagian selatan.

Nama jalan ini diambil dari nama Andi Pangerang Petta Rani (14 Mei 1903-12 Agustus 1975), yang punya nama lengkap Andi Pangerang Petta Rani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe ri Panaikang.

Andi Pangerang Petta Rani merupakan bangsawan, birokrat, politisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Beliau merupakan Gubernur Sulawesi ke-5, atau yang terakhir (1956-1960). Setelah itu, Sulawesi terbagi atas beberapa provinsi, dengan masing-masing gubernurnya sendiri.

Tahun 1980an, Jalan AP Pettarani belum seperti sekarang. Para pengusaha reklame punya andil di jalan yang kini menjadi pusat bisnis, komersial, dan perkantoran tersebut.

Saat masih dalam proses pengerjaan, cerita Iwan Azis, setiap perusahaan reklame menyumbang hingga 25 truk pasir/tanah untuk menimbun median jalannya.

Itulah yang kemudian menjadi kompensasi bagi pengusaha-pengusaha reklame. Sebab, saat itu, kata dia, belum ada aturan yang paten. Bahkan hingga saat ini, peraturan yang ada soal reklame masih tumpang tindih.

BACA JUGA:  Rahman Rumaday, Sosok Inspirator Oleh :Anwar Nasyaruddin (Sekertaris IKAPI Sulsel, Cerpenis)

“Pengusaha, waktu itu, dibolehkan mencari titik lokasi, sementara pemerintah juga butuh proyeknya selesai. Ini semacam tukar guling. Jadi ada sejarahnya,” terangnya.