Usai perkenalan singkat, Denny terlibat dalam pembicaraan dengan Toto. Saya tenggelam dalam pikiran mengapa ditempatkan bersama para pimpinan LSI, tidak pada kursi _theater style_ baris terdepan sebagai tamu biasa? Kesimpulan saya: inilah cara Denny J.A. memuliakan tamu. Sebuah adab luhur yang juga diamanatkan Nabi Muhammad ﷺ ( _peace be upon him_) kepada umatnya. “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR Imam Bukhari #5670).
Jika saya bisa memilih, tentu lebih nyaman duduk di kursi untuk tamu bukan di meja eksekutif para pimpinan LSI yang membuat saya rikuh. Akan tetapi dengan penghormatan Denny setinggi itu, dan kehangatan respon para eksekutif LSI di kanan-kiri saya yang mengajak berbincang santai, membuat kerikuhan saya dengan segera lenyap.
3/
Tepat pukul 17.30 WIB, pembawa acara naik ke panggung dan menyilakan Denny memberikan sambutan. Doktor _Comparative Politics and Business_ dari Ohio State University itu membuka resmi acara dengan menebarkan salam diikuti menyapa para petinggi LSI dan anak perusahaan, lalu nama saya (sebuah kehormatan lagi!), serta karyawan secara keseluruhan yang berjumlah 70-an orang.
Ada beberapa poin yang disampaikan Denny. Sebagian yang bersifat informasi internal, kurang tepat saya tuliskan di sini. Namun sebagian lain yang lebih bersifat umum, bisa saya sampaikan berikut ini.
Denny menyatakan ada dua masa yang bertolak belakang menanti mereka: panen raya dan paceklik raya. Panen raya akan terjadi pada November 2024, ketika pilkada serentak berlangsung di seluruh Indonesia. Jumlahnya sekitar 500-an pilkada untuk tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Panen raya ini bukan hanya akan dinikmati LSI Network melainkan juga oleh konsultan politik dan lembaga survei lainnya.
Adapun paceklik raya akan menyusul segera. “Setelah pilkada serentak, tak ada lagi pemilihan kepala daerah sampai sekitar 4-5 tahun ke depan,” katanya. “Untuk itu kita semua harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya menghadapi paceklik panjang.”
Untuk memperjelas situasi masa depan yang penuh tantangan, Denny memberikan ilustrasi menarik. “Sebagai penggemar film-film klasik, saya beri contoh kisah film _The Best Years of Our Lives_ tahun 1946,” ungkapnya.
Film besutan Sutradara William Wyler ini berkisah tentang tiga orang tentara AS yang kembali kepada kehidupan normal sebagai warga sipil setelah Tentara Sekutu memenangkan Perang Dunia II. Pada awalnya mereka dielu-elukan publik setinggi langit. Puja-puji mereka terima dari empat penjuru angin. Namun hal itu tak berlangsung lama karena masyarakat punya banyak masalah masing-masing yang harus dihadapi.