“Pilkada akan damai kalau publik meyakini penyelenggara, proses, dan hasil pilkadanya berintegritas. Ketidakpuasan acapkali muncul karena ketidakyakinan pada integritas tiga hal tersebut,” kata lulusan S-1 dan S-2 (2001 & 2005) FH UI tersebut.
Titi yang pernah bekerja sama dengan berbagai lembaga demokrasi internasional mengungkapkan, berdasarkan “The Economist Intelligence Unit (EIU)” tentang indeks konflik demokrasi 2023, memasukkan Indonesia dalam rezim demokrasi cacat (flawed democracy) dari 4 tipe rezim yang ada demokrasi penuh (full democracy), demokrasi cacat (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regime), dan rezim otoriter (authoritarian regime). Indonesia pada peringkat 56 dunia (menurun dua peringkat).
Dosen tidak tetap Bidang Hukum Tata Negara FHUI (2022-sekarang) tersebut mengatakan, hendaknya anggaran pilkada tersedia dengan cukup dan dicairkan tepat waktu. Regulasi teknis tidak mepet waktu dan disosialisasikan dengan baik. Bisa mengantisipasi yudisialisasi politik pengaturan pemilu (misalnya, Putusan MA soal usia) secara profesional dan imparsial.
Personel penyelenggara direkrut sesuai jadwal dan dilatih dengan optimal untuk profesionalitas dan berintegritas sebagai penyelenggara pemilu.
“Sosialisasi dan diseminasi informasi pilkada secara masif. Khususnya karena ada pengaturan berbeda antara pemilu dan pilkada agar tidak ada bias pemahaman publik soal penyelenggaraan pilkada,” ujar putri pasangan Dailami Karim (alm.)-Roesmala Dewi tersebut dalam seminar yang juga diikuti mahasiswa Univeresitas Mercubuana Jakarta dan seluruh pengurus PWI Pusat dan Ketua PWI Preovinsi se-Indonesia secara luring dan daring (hibrid) itu.
Titi Anggraini menyebutkan, di tengah kondisi kelelahan politik (political fatigue) yang dirasakan publik saat ini, media bersama kelompok masyarakat sipil memainkan peran krusial dalam mendorong masyarakat mengambil peran mengawal tahapan pilkada dan mewujudkan pilkada serentak 2024 yang damai, kredibel, dan berintegritas.
Orientasi pada politik gagasan akan mudah diakselerasi dengan dukungan jangkauan pemberitaan dan diskursus yang didorong oleh pemberitaan media.
“Media perlu perlu terus mengingatkan masyarakat untuk berpartisipasi dan membangun kepedulian pada pelaksanaan pilkada di daerahnya. Mendorong publik mulai mengawal pilkada di daerahnya sebab Pilkada 2024 bukan hanya Pilkada Jakarta,” kunci Perempuan Penggerak Politik Keterwakilan Perempuan Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) Republik Indonesia tahun 2014 itu.