Saya Menyematkan Sikap Kritis dan Kepedulian pada Nama Anak-Anak

O, iya. Nama anak saya itu, semula hanya Nuraga Attar Nusantara. Penambahan “Galang” terjadi, saat suatu hari, dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, saya mendengar lagu “Galang Rambu Anarki”, dinyanyikan Iwan Fals –salah satu penyanyi idola saya– diputar di atas pete-pete yang saya tumpangi. Seketika saya menggumamkan nama itu: Galang Nuraga Attar Nusantara. Rasanya klop. Jadilah nama itu tersemat hingga sekarang.

***

Kembali ke cerita awal saya, tentang San Valentino Mahatma Gandhi, yang kini mahasiswa Jurusan Sosiologi semester 6, Universitas Negeri Makassar (UNM). Namanya terangkai dan menggambarkan serentetan peristiwa. Dia lahir menjelang saya akan ke Polmas (sekarang masuk Provinsi Sulawesi Barat). Saya diundang sebagai pembicara seminar terkait perlindungan anak dari kekerasan. Penyelenggaranya, BAPPEDA Polmas dan mitra LSM lokal, atas dukungan UNICEF, organisasi internasional untuk anak-anak di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hari itu, Sabtu, 1 Februari 2003, saya mengantar istri saya, Gita Nurul Ramadhani, ke rumah bersalin di Kompleks Permata Hijau Permai, Makassar. Dua anak saya, Gilang dan Galang, juga kubawa dan dititipkan di rumah bersalin tersebut. Maklum, tak ada yang menjaganya di rumah. Keduanya juga lahir di sini, sehingga dikenal baik perawat dan bidannya. Bahkan setiap kali Natal, kami selalu datang bersilaturahmi.

BACA JUGA:  Kota Kita: Resolusi Tata Ruang dan Hak Sipil atas Arah Pembangunan

Gandhi lahir normal. Saya kumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya. Ini anjuran dalam ajaran Islam agar anak-anak diperkenalkan kalimat tauhid begitu lahir. Setelah mengurus campuginya, yang sama seperti kakaknya, ditaruh pada kuali tembikar lalu dihanyutkan di Sungai Jekneberang, saya langsung ke Polmas.

Pulang dari Polmas, saya ke rumah bersalin menjemput istri dan anak-anak. Honor sebagai pembicara, sebesar Rp750.000 dipakai untuk membayar biaya persalinan. Begitu tiba, istri saya menyampaikan bahwa selama 3 hari ini, Gilang dan Galang mengenakan baju yang sama, setiap kali sehabis mandi. Rupanya, saking buru-burunya mau ke Polmas, saya lupa mempersiapkan baju ganti bagi kedua anakku itu hehehe.

Saat akan memberi nama anak yang baru lahir itu, saya mencari figur yang bisa merepresentasikan semangat anti kekerasan. Saya kemudian menemukan nama Mahatma Gandhi. Mohandas Karamchand Gandhi, merupakan pemimpin spiritual dan seorang politisi. Tokoh pejuang kemerdekaan India ini terkenal dengan perlawanan tanpa kekerasan, yang disebut Ahimsa.

Bersamaan dengan itu, pada tahun 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), mencanangkan sebagai tahun tanpa kekerasan, setelah sebelumnya Indonesia diguncang bom dahsyat. Bom Bali I meledak tanggal 12 Oktober 2002, menewaskan 203 orang dengan korban luka-luka sebanyak 209 orang.