Namun beberapa bulan kemudian setelah menjabat sebagai ketua OSIS, tepat pada 28 November 2017, ayah saya menghembuskan nafas terakhirnya.
Dua hari setelah kepergian ayah, saya memutuskan untuk mundur sebagai ketua sekaligus izin untuk satu minggu ke depan tidak mengikuti aktivitas belajar. Pasalnya, saya harus membantu ibu saya di rumah selama hajatan.
Keputusan saya itu mendapat penolakan dari beberapa teman, pembina OSIS, termasuk rivalku. Mereka menyampaikan beberapa alasan agar saya tetap menjalankan tugas sebagai ketua. Namun saya keukeuh dengan keputusan yang sudah diambil.
Seminggu kemudian, saya kembali bersekolah seperti biasa, dan hal yang cukup mengejutkan saya adalah rivalku. Ternyata, dia dipercaya menjadi ketua OSIS, menggantikan posisiku.
Parahnya lagi, semenjak ayah saya pergi, entah kenapa semangat untuk belajar perlahan memudar. Seiring berjalannya waktu, saya mulai malas ke sekolah. Lingkungan pertemanan saya pun ikut berubah.
Puncak kekalahan saya ketika kami sudah di SMA, tepatnya di SMA Persiapan Lalan Matlean. Rivalku kembali memecahkan rekor sebagai peringkat 1 setiap semester. Kekalahan saya kian sempurna lantaran dia menjabat sebagai sekretaris OSIS.
Kondisinya terbalik dengan keadaan saya, remaja yang hanya dikenal karena kenakalannya. Mabuk, tawuran, dan kenakalan lainnya. Ya mungkin itulah rekor yang saya punya hehehe. Sekolah hanya seru bagi saya ketika ada kegiatan olahraga, dan tawuran.
Pada suatu pagi, rival saya itu kembali datang mengajak saya ke sekolah. Pagi itu kami menggobrol banyak hal. Soal absen saya, katanya, dia tidak tahu lagi bagaimana caranya memberikan alasan pada ketua kelas, dan para guru yang terus bertanya mengenai saya.
Muak dengan kondisi saya yang begini terus, saya ikut beberapa teman berlibur ke Papua. Kota Fakfak jadi tujuan saya.
Perjalanan ke sana, saya menggunakan kapal laut. Beruntungnya kami tiba di kota Fakfak pada malam hari. Sungguh luar biasa pemandangan kota Fakfak.
Kontur kotanya berbukit-bukit. Hal itu sungguh menyuguhkan pemandangan yang luar biasa indah.
Setelah merasa liburan cukup, saya memutuskan untuk kembali ke kampung. Rival saya yang tahu bahwa saya telah kembali, datang melaporkan tentang situasi sekolah.
Kali ini, dia bercerita cukup serius. Dia mengabarkan, kalau saya akan dikeluarkan dari sekolah. Karena telah melanggar kesepakatan awal, yakni jika alpa lebih dari 3x maka diberi surat teguran, dan saya hampir sebulan tidak masuk sekolah.
Saya bergumam dalam kebingungan. Akh sial, ini semakin rumit saja, apakah saya harus pindah sekolah?